Heriswa, Delni (2008) PENYELESAIAN SENGKETA PENDAFTARAN TANAH ADAT MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DI KOTA BUKITTINGGI. Masters thesis, Paca Sarjana.
|
PDF (PENYELESAIAN SENGKETA PENDAFTARAN TANAH ADAT MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DI KOTA BUKITTINGGI)
- Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication. Download (393Kb) | Preview |
Abstract
Timbulnya sengketa pertanahan adalah bermula dari pengaduan pihak yang berisikan keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun pemilikannya dalam pendaftaran tanah dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian yang sebaik-baiknya sesuai dengan aturan yang berlaku. Tujuan pihak yang merasa keberatan adalah bahwa ia berhak dari yang lain atas tanah sengketa. Dalam penyelesaian sengketa tanah adat menurut PP No. 24 Tahun 1997 di Kantor Pertanahan Kota Bukittinggi menimbulkan ketidakpuasan pihak yang merasa keberatan. Oleh sebab itu penyelesaian sengketa tanah adat ini perlu mengedepankan rasa keadilan terhadap penduduk lokal dengan cara memperhatikan kebiasaan- kebiasaan masyarakat setempat. Penelitian ini difokuskan pada bagaimana proses penyelesaian sengketa yang muncul dalam pendaftaran tanah berdasarkan PP No.24 Tahun 1997 di Bukittinggi, dan bagaimana kendala/hambatan dalam penyelesaian sengketa pendaftaran tanah tersebut. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum empiris (socio-legal research). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumen dan data dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian bahwa jika penyelesaian sengketa secara musyawarah untuk mufakat tidak dapat dilalrukan atau tidak mendapatkan hasil damai dari pihak-pihak yang bersengketa, berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 30 PP No. 24 Tahun 1997 Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan, agar mengajukan gugatan ke Pengadilan dalam masa tenggang 90 (sembilan puluh) hari. Jika pihak yang merasa keberatan dalam masa tenggang 90 (sembilan puluh) hari tidak mengajukan keberatannya ke Pengadilan, maka Kepala Kantor Pertanahan melaj utkan proses penerbitan sertipikat. Dapat disimpulkan penyelesaian sengketa tanah adat menurut PP No. 24 Tahun 1997 di Kota Butiittinggi, menimbulkan rasa ketidakpuasan dan ketidakadilan bagi pihak yang merasa keberatan dan sebagian pemuka/masyarakat adat, terutama berkaitan dengan prosedural dzur jangka waktu penyelesaiannya. Dalam menangani masalah yang berhubungan dengan tanah adatJharta kaum/ulayat ini, pihak terkait harus dapat memahami ketentuan-ketentuan adat Minangkabau yang masih berlaku mengatur masyarakat hukum adatnya. Instansi dan lembaga terkait dengan penyelesaian sengketa tanah adat/ulayat perlu diselesaikan secara propfesional, juga dalam menghadapi kendala-kendala yang timbul agar tidak terjadi koruah tidak akan dapat di pajanih, Ianuit tidak akan dapek disalasafan (keruh tidak dapat di jernihkan, kusut tidak dapat diselesaikan). Hendaknya Kantor Pertanahan tidak terlalu kaku dengan aturan yang ada dan mengakomodasi hukum adat. Apalagi kalau pihak yang keberatan dianjurkan mernasukan keberatannya ke pengadilan, yang membuat pihak yang merasa keberatan dan sebagian pemuka/masyarakat adat akan selalu tidak tenang dan bisa menimbulkan konflik dalam masyarakat hukum adat.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Unit atau Lembaga: | Paca Sarjana > Strata 2 > Hukum |
Depositing User: | KREATIF zulka hendri |
Date Deposited: | 13 May 2011 08:04 |
Last Modified: | 05 Oct 2011 03:25 |
URI: | http://repository.unand.ac.id/id/eprint/12295 |
Actions (login required)
View Item |