Repository Universitas Andalas

KEDUDUKAN ORANG YANG MEMPUNYAI KELAMIN GANDA (KHUNSA) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM

LUSITA, JENIKE (2010) KEDUDUKAN ORANG YANG MEMPUNYAI KELAMIN GANDA (KHUNSA) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM. Other thesis, Fakultas Hukum.

[img]
Preview
PDF (KEDUDUKAN ORANG YANG MEMPUNYAI KELAMIN GANDA (KHUNSA) DALAM HUKUM KEWARISAN ISLAM) - Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication.

Download (133Kb) | Preview

Abstract

Dalam hukum Islam, masalah kewarisan merupakan salah satu masalah yang essential sehingga Allah SWT menetapkan aturan mengenai masalah ini secara jelas dan tegas dalam Al-Quran. Al-Quran menjelaskan tentang pembagian warisan berdasarkan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Namun, dalam hal tertentu, terdapat orang yang terlahir dengan kelainan pada kelamin mereka. Dimana ada orang yang mempunyai dua kelamin sekaligus. Baik itu yang terlihat dengan jelas, maupun yang tidak terlihat dengan jelas. Dalam hukum Islam, orang-orang seperti ini yang disebut dengan khunsa, memiliki kedudukan tersendiri dalam pembagian harta warisan mereka. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana kedudukan orang yang mempunyai kelamin ganda (khunsa) dalam hukum kewarisan Islam dan bagaimana cara pewarisan bagi orang yang mempunyai kelamin ganda (khunsa) tersebut dalam hukum kewarisan Islam. Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif dan jenis penelitian yang digunakan adalah normatif. Bahan hukum dan data diperoleh dari norma-norma hukum Islam tentang kewarisan dan khunsa yang diperoleh dari nash Al-Quran dan Hadist, Kompilasi Hukum Islam, serta pendapat para fuqaha dan para ahli yang diperoleh dari berbagai literatur tentang kewarisan dan khunsa. Berdasarkan analisis kualitatif yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pada dasarnya khunsa adalah merupakan suatu takdir atau qada Allah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang manusia. Berbeda dengan waria yag diharamkan oleh Islam. Dalam menentukan status hukum bagi khunsa ini, dapat dilihat dari tanda-tanda kedewasaannya dan dari mana ia mengeluarkan air kencing seperti yang disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh HR. Ibnu ‘Abbas. Bila seorang khunsa telah jelas status hukumnya berarti ia hukumnya lelaki atau perempuan, maka berlakulah hukum lelaki atau perempuan baginya dalam segala hal, seperti auratnya, shalatnya, perkawinannya, pergaulannya dan sebagainya termasuk kewarisannya. Dalam menentukan kewarisannya, para ahli hukum waris sepakat dalam menghitung kadar bagian khunsa musykil dengan memperkirakan dan menghitungnya sebagai laki-laki kemudian sebagai perempuan, namun mereka berbeda pendapat dalam memberikan bagian harta pusaka kepada khunsa setelah diketahui dua macam cara penerimaan berdasarkan perkiraaan laki-laki dan perempuan serta bagian ahli waris lainnya. Dimana perbedaan tersebut secara garis besar dibagi dalam 3 (tiga) mazhab, yaitu mazhab hanafiyah, menjelaskan ia berhak mendapatkan bagian terkecil diantara dua bagian, yaitu apabila ia ditetapkan sebagai laki-laki dan tidak ditetapkan sebagai perempuan. Jadi mana diantara 2 bagian itu yang lebih sedikit diberikan kepadanya. Mazhab syafi’iah menjelaskan masing-masing dari ahli waris dan orang banci diberikan bagiannya yang terkecil, karena ia orang yang diyakini bernazab kepada setiap orang dari mereka. Sisanya disimpan sampai jelas keadaannya. Mazhab Malikiah, menjelaskan bagi orang banci diberi pertengahan diantara dua bagian itu. Namun, perbedaan dalam menghitung cara pembagian harta warisan bagi khunsa tersebut tidak membawa perbedaan pada hasil perhitungan akhir dari jumlah warisan yang akan diterima oleh khunsa tersebut nantinya.

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: K Law > K Law (General)
Unit atau Lembaga: Fakultas Hukum > Hukum
Depositing User: masanori sari ariningsih
Date Deposited: 03 Jan 2012 14:34
Last Modified: 03 Jan 2012 14:34
URI: http://repository.unand.ac.id/id/eprint/16828

Actions (login required)

View Item View Item