Repository Universitas Andalas

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 17/PUU-VI/2008 TERHADAP CALON KEPALA DAERAH YANG MASIH MENJABAT PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT

SARI, INDAH PERMATA (2010) IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 17/PUU-VI/2008 TERHADAP CALON KEPALA DAERAH YANG MASIH MENJABAT PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT. Other thesis, Fakultas Hukum.

[img]
Preview
PDF (IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 17/PUU-VI/2008 TERHADAP CALON KEPALA DAERAH YANG MASIH MENJABAT PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT) - Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication.

Download (112Kb) | Preview

Abstract

Dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17/PUU-VI/2008 tentang calon petahana dalam pemilihan umum, yang mencabut Pasal 58 Huruf q Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa calon petahana tidak harus mundur untuk dapat mencalonkan diri kembali dalam pemilihan umum selanjutnya. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai pengaturan hukum tentang keberadaan calon petahana pada pemilihan umum Kepala Daerah Sumatera Barat dan implikasi putusan MK Nomor 17/PUU-VI//2008 terhadap pelaksanaan pemilu Kepala Daerah Sumatera Barat. Metode pendekatan yang dilakukan adalah metode yuridis sosiologis dengan lokasi penelitian di KPU Provinsi Sumatera Barat. Teknik yang dilakukan adalah wawancara dan studi dokumen, kemudian data-data yang terkumpul diedit sesuai dengan kebutuhan penelitian. Putusan MK tersebut telah memberikan keleluasaan bagi calon petahana untuk mengajukan diri kembali pada pemilu selanjutnya tanpa harus mengundurkan diri terlebih dahulu. Serta mencerminkan kedudukan yang sama bagi setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam pasal 27 UUD 1945. Namun disisi lain dengan keberadaan putusan MK tersebut telah menimbulkan ketidakseimbangan hukum. Tumpang tindih antara posisi sebagai Kepala Daerah dan calon inilah yang seringkali membuat petahana melakukan hal-hal yang dianggap tidak sesuai aturan dan sering kali dinilai sebagai perbuatan menyimpang. Selain itu tidak adanya aturan atau ketentuan yang tegas terkait pencalonan kembali petahana untuk Kepala Daerah serta tidak adanya lembaga yang mengawasi para calon petahana menjadikan potensi untuk terjadinya penyimpangan tersebut semakin besar. Implikasi yuridis putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 17/PUU-VI/2008 tersebut adalah bahwasanya putusan Mahkamah Konstitusi telah menjadi norma baru yang telah memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan putusannya telah bersifat final. Disisi lain putusan MK ini menimbulkan ketidakadilan politik. Persaingan yang kerap kali dirasakan kurang sehat antara kandidat petahana dan non petahana telah melahirkan iklim politik yang tidak kondusif di negeri ini. Kecemburuan sosial antara sesama kompetitor menjadi semakin terasa. Sehingga hal itu dapat mengakibatkan politik terpecah belah, kepentingan politik sangat bertabrakan, dan pemilukada tak berjalan sesuai tujuan sesungguhnya. Muaranya adalah rakyat yang seringkali dijadikan tumbal demi kepentingan politik

Item Type: Thesis (Other)
Subjects: K Law > K Law (General)
Unit atau Lembaga: Fakultas Hukum > Hukum
Depositing User: masanori sari ariningsih
Date Deposited: 25 Jan 2012 23:22
Last Modified: 25 Jan 2012 23:22
URI: http://repository.unand.ac.id/id/eprint/17439

Actions (login required)

View Item View Item