Arifin, Zainal and Pujiraharjo, Sidarta and Gani, Maulid Hariri and Usman, Fajri (2014) MODEL PRILAKU POLITIK MASYARAKAT MINANGKABAU SEBAGAI BENTUK PENGARUH DUALISME ADAT LAREH. Working Paper. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (Unpublished)
PDF (MODEL PRILAKU POLITIK MASYARAKAT MINANGKABAU SEBAGAI BENTUK PENGARUH DUALISME ADAT LAREH)
- Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication. Download (13Kb) |
Abstract
Masyarakat Minangkabau lebih dilihat sebagai masyarakat yang dinamis, yang memandang perubahan sebagai sebuah peristiwa biasa dan wajar-wajar saja (Sairin, 2002), Namun disisi lain kedinamisan ini juga sering dilihat sebagai sifat yang ambigous atau liminalitas (Sairin, 2002), masyarakat yang gelisah (Marzali, 2004), dualisme (Saanin, 1989; Maarif, 1996), tidak memiliki aturan yang tetap (Biezeveld, 2001; Benda Backrnann, 2000). Label terhadap masyarakat Minangkabau ini, sebenamya banyak dipengaruhi oleh adanya dua sistem politik yang berkembang dan dikembangkan dalam masyarakatnya, yang dikenal dengan istilah lareh. Istilah lareh ini sendiri berarti "aliran" yaitu aliran pemikiran yang dikembangkan oleh dua tokoh pendahulu nenek moyang masyarakat yaitu Datuak Katamenggungan dan Datuak Prapatih Nan Sabatang, yaitu lareh Koto Piliang yang aristokratis dan lareh Bodi Caniago yang demokratis. Karena lareh lebih diasosiasikan dengan "aliran politik" dari dua datuak ini, maka istilah lareh ini kemudian sering dimaknai sebagai sistem pemerintahan tradisional di masyarakat Minangkabau. Prilaku politik yang dimaksudkan dalam penelitian ini lebih dikonsepkan sebagai tingkah laku aktor dan kelompok sosial dalam bentuk "gerakan-gerakan" untuk mempengaruhi dan menentukan sebuah keputusan di masyarakatnya. Sebagai sebuah "gerakan", maka perilaku politik sebenarnya akan teraplikasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk mempersempit ruang lingkup, maka perilaku politik yang dimaksudkan disini lebih difokuskan pada perilaku aktor atau kelompok sosial ketika melakukan musyawarah, baik dalam musyawarah adat, maupun dalam musyawarah pemerintahan. Hasil penelitian menunjukkan, kebertahanan adat lareh ini karena di setiap nagari akan mengaplikasi bentuk pemerintahannnya sesuai dengan salah satu adat lareh tersebut, yaitu melalui adat salingka nagari. Artinya setiap nagari secara tegas akan menyatakan dirinya penganut sistem politik Koto Piliang atau penganut sistem politik Bodi Caniago. Namun dalam realitanya, walaupun setiap nagari memutuskan akan menggunakan adat salingka nagari menurut salah satu adat lareh yang ada, namun keberadaan lareh yang lain tidak dilarang untuk dipakai sebagai pengayaan adat salingka nagari nya masing-masing. Hal ini disebabkan, karena walaupun terdapat perbedaan sistem politik, namun keduanya tetap memiliki dasar adat yang sarna yaitu (.sawah gadang satarnpang baniah, makanan luhak nan tigo, baragiah indak bacaraian , (sawah yang luas cuma setampang benih, makanan orang ketiga luhak, saling memberi dan tidak berceraian). Apabila kita menyimak lebih jauh, maka sebenarnya dinamika masyarakat Minangkabau justru terbentuk karena adanya struktur triadik seperti ini, yaitu tiga kelompok yang saling menyatu sarna lain, dimana dua kelompok cenderung saling beroposisi (berseberangan) dan satu kelompok sebagai penengah. Secara struktural, struktur triadik seperti ini tidaklah terbentuk begitu saja, tetapi sebanarnya hasil transformasi dari struktur yang telah ada sebelumnya yang melekat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri.
Item Type: | Monograph (Working Paper) |
---|---|
Subjects: | H Social Sciences > HM Sociology |
Unit atau Lembaga: | Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik > Sosiologi |
Depositing User: | SSi Renny Pebrica |
Date Deposited: | 02 Jun 2010 07:37 |
Last Modified: | 09 Jul 2015 03:39 |
URI: | http://repository.unand.ac.id/id/eprint/1765 |
Actions (login required)
View Item |