ELMAYANTI, ELMAYANTI
(2014)
KEBIJAKAN LEGISLATIF DALAM PENANGGULANGAN
KEJAHATAN MELALUI PEMBARUAN PELAKSANAAN PIDANA
PENJARA DENGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DI INDONESIA.
Other thesis, Universitas Andalas.
Abstract
ABSTRAK
Kebijakan legislatif merupakan kebijakan (policy) dalam menetapkan dan merumuskan
sesuatu di dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sering juga kebijakan legislatif
disebut dengan istilah “kebijakan formulatif”. Kebijakan legislatif (formulatif) merupakan tahap
yang paling strategis dari keseluruhan proses operasionalisasi atau fungsionalisasi dan konkretisasi
(hukum) pidana, sehingga kesalahan atau kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan
strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada
tahap aplikasi dan eksekusi. Permasalahan pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1)
Seberapa jauh kebijakan legislatif dalam penanggulangan kejahatan melalui pembaruan
pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan di Indonesia; 2) Apakah pidana penjara
dengan sistem pemasyarakatan yang berlaku sekarang sudah bekerja maksimal dalam upaya
penanggulangan kejahatan di Indonesia. Metode Penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif,
dengan memperoleh bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta diolah dan dianalisis dengan
metode deskriptif analitis. Hasil dan pembahasan penelitian memperlihatkan bahwa: 1) Kebijakan
legislatif dalam penanggulangan kejahatan melalui pembaruan pelaksanaan pidana penjara dengan
sistem pemasyarakatan mengacu kepada Undang-undang No 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan. Kebijakan legislatif dengan sistem perumusan tunggal dalam perundang-undangan
selama ini tidak sesuai dengan ide dasar dari pidana penjara yang dikembangkan sekarang dengan
sistem pemasyarakatan. Konsep pemasyarakatan yang bertolak dari ide rehabilitasi dan
resosialisasi, menghendaki adanya individualisasi pidana dan kelonggaran dalam menetapkan
pidana yang sesuai untuk terdakwa. Konsep atau ide demikian berlawanan (kontradiksi) dengan
sistem perumusan tunggal yang bersifat kaku. Ini berarti bahwa ide dasar dari pidana penjara
dengan sistem pemasyarakatan tidak dapat diwujudkan dengan baik melalui sistem perumusan
tunggal. Dengan demikian, maka penggunaan atau penetapan pidana penjara dalam perundang-
undangan seharusnya ditempuh dengan kebijakan selektif dan limitatif. Kebijakan demikian
(selektif dan limitatif) tidak hanya berarti harus ada penghematan dan pembatasan pidana penjara
yang dirumuskan atau diancamkan dalam perundang-undangan, tetapi juga harus ada peluang bagi
hakim untuk menerapkan pidana penjara itu secara selektif dan limitatif. 2) Pidana penjara dengan
sistem pemasyarakatan yang berlaku sekarang belum mampu bekerja maksimal dalam upaya
penanggulangan kejahatan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kelemahan-kelemahan
atau kekurangan dalam pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan seperti masalah
over kapasitas atau kelebihan jumlah penghuni di lembaga pemasyarakatan, adanya diskriminasi
perlakuan petugas pemasyarakatan terhadap narapidana tertentu, pembinaan yang diberikan kepada
narapidana belum maksimal, kurangnya dana kesehatan bagi narapidana, serta adanya pungutan-
pungutan liar di lembaga pemasyarakatan. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan yang berlaku sekarang
belum mampu bekerja maksimal dalam upaya penanggulangan kejahatan di Indonesia.
Actions (login required)
|
View Item |