PUTRI, SELLY HARNESA
(2014)
PENGARUH PENAMBAHAN DAUN SURIAN (Toona sureni, Bl, Merr ) DAN LAMA PEREBUSAN DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP KUALITAS MIE BASAH DAUN PEPAYA.
Other thesis, Universitas Andalas.
Abstract
PENGARUH PENAMBAHAN DAUN SURIAN (Toona Sureni, Bl, Merr) DAN LAMA PEREBUSAN DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP KUALITAS MIE BASAH DAUN PEPAYA
Selly Harnesa Putri, S.TP 1) Dr. Ir. Kesuma Sayuti, MS 2) Prof. Dr. Hazli Nurdin, MSc 2)
Alumni 2) Dosen Pascasarjana Universitas Andalas
ABSTRAK
Penelitian dengan judul “Pengaruh Penambahan Daun Surian (Toona sureni, Bl, Merr) dan Lama Perebusan pada Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kualitas Mie Basah Daun Pepaya” telah dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Biokimia Hasil Pertanian dan Gizi Pangan dan Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam Universitas Andalas pada bulan September sampai Desember 2011. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan daun surian dan lama perebusan pada daun pepaya terhadap kualitas mie basah daun pepaya serta diperolehnya mie basah dengan betakaroten tinggi yang diterima secara organoleptik
Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan mie basah daun pepaya dengan kombinasi tingkat penambahan daun surian sebesar 0%, 25%, 50%, dan 75 % dari jumlah daun pepaya serta lama proses perebusan selama 5, 10 dan 15 menit. Masing-masing produk tersebut dilakukan uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur, nilai pH, pengembangan volume dan identifikasi alkaloid. Satu produk mie basah daun pepaya terbaik dianalisa proksimat meliputi kadar betakaroten, protein, air, abu, lemak dan karbohidrat.
Hasil penilaian secara subjektif dan objektif menunjukan bahwa mie basah daun pepaya dengan tingkat penambahan daun surian sebesar 75 % dengan lama proses perebusan 15 menit merupakan produk terbaik dengan hasil analisa proksimat yaitu kadar betakaroten sebesar 6.748,4902 µg, kadar protein sebesar 9,15%, kadar lemak sebesar 8,32%, kadar karbohidrat sebesar 34,79 %, kadar air sebesar 47,01%, serta kadar abu sebesar 0,6 %
Kata kunci: Mie Basah, Daun Pepaya, β karoten
Corresponding Author: Selly Harnesa Putri, S.TP (e-mail: sellyharnesa@gmail.com)
PENDAHULUAN
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman perkebunan yang sangat banyak di budidayakan di halaman pekarangan rumah penduduk. Tanaman pepaya memiliki manfaat pada setiap bagiannya, daging buahnya dikonsumsi baik pada saat masih muda maupun saat matang fisiologis, yang mengandung serat untuk melancarkan pencernaan. Menurut Warisno (2003) pada batang, buah dan daunnya terkandung enzim papain, serta bunga dan daun pepaya dikonsumsi sebagai lalapan di sebagian besar daerah di Indonesia.
Di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Sumatera Barat, daun pepaya hanya dijadikan sebagai lalapan dalam pola konsumsi sehari-hari, salah satu olahan daun pepaya di Sumatera barat adalah “anyang” yaitu daun pepaya yang direbus dan dicampurkan dengan kelapa parut dengan penambahan cabe giling. Olahan ini hanya terbatas pada kalangan orang tua saja, sedangkan kalangan remaja dan anak-anak kurang bahkan tidak suka sama sekali dengan olahan daun pepaya tersebut. Alasan utama penolakan dalam mengkonsumsinya adalah rasa pahit yang dirasakan.
Di sisi lain daun pepaya kaya akan nilai gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh, terutama kandungan betakarotennya yang jika di bandingkan dengan wortel, daun pepaya memiliki kandungan betakaroten yang lebih tinggi daripada wortel. Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009), daun pepaya mengandung betakaroten sebesar 18.250 μg sedangkan betakaroten yang terkandung di dalam wortel adalah sebesar 7.125 μg. Betakaroten adalah precursor Vitamin A sangat dibutuhkan oleh anak-anak dan remaja dalam pertumbuhan dan penglihatan mereka. Dilihat dari kecendrungan anak-anak dan remaja yang lebih gemar menghabiskan waktu di depan televisi atau komputer, sehingga meningkatnya peluang kerusakan mata yang lebih besar, sedangkan mereka sangat tidak suka mengkonsumsi makanan yang dapat mencegah kerusakan mata seperti wortel apalagi daun pepaya yang rasanya dominan pahit.
Bentuk sajian daun pepaya yang konvensional sudah saatnya menjadi pemikiran untuk melakukan perubahan agar produk yang dihasilkan dapat mengikuti kecenderungan sajian makanan saat ini, dimana salah satunya praktis dan mempunyai penampilan menarik, seperti mie. Dalam perkembangannya, mie merupakan produk yang sangat dikenal di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, mie bahkan telah menjadi pangan alternatif utama setelah nasi. Menurut Indonesian Commercial Newsleter, pada tahun 2007 dan 2008 tercatat produksi mie instan berturut-turut sebesar 1.443.686 ton/tahun dan 1.544.072 ton/tahun, terjadi peningkatan produksi sebesar 7,7 %. Pesatnya peningkatan konsumsi mie di Indonesia memberikan gambaran bahwa mie merupakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan (Munarso dan Haryanto, 2010). Demikian juga oleh kalangan mahasiswa yang berdomisili jauh dari orang tua, produk mie instan sering dikonsumsi karena harganya yang terjangkau, mudah didapat serta mudah dalam penyajiaannya. Padahal seringnya mengkonsumsi mie instan tidak baik bagi kesehatan,oleh sebab itu diperlukan inovasi baru tentang “mie sehat” yaitu mie yang diolah dari sayur-sayuran dengan warna alami tanpa penambahan zat-zat aditif seperti mie daun pepaya.
Untuk menghasilkan mie daun pepaya yang diminati konsumen perlu dicarikan solusi untuk mengurangi rasa pahit pada daun pepaya. Adapun salah satu alternatif untuk mengurangi rasa pahit itu adalah dengan memanfaatkan daun surian (Toona sureni (Blume) Merr) yang selama ini telah menjadi tradisi di kawasan Tanah Datar Sumatera Barat yaitu dalam penyajian makanan tradisional yang disebut “anyang” melalui pencampuran daun pepaya dengan daun surian pada saat proses perebusannya. Masyarakat Sumatera Barat khususnya masyarakat kabupaten Tanah Datar telah menggunakan daun surian untuk menghilangkan rasa pahit pada olahan daun pepaya, biasanya daun surian ditambahkan pada saat perebusan daun pepaya dengan perbandingan 1:4.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan daun surian dan lama perebusan pada daun pepaya terhadap kualitas mie basah daun pepaya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memaksimalkan pemanfaatan daun papaya sebagai pangan fungsional dengan betakaroten tinggi dan dapat menjadi alternative pemilihan konsumsi pangan.
METODOLOGI
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun pepaya (Carica papaya L.) yang diperoleh dari kebun masyarakat di daerah Kotolua Pauh Padang, daun surian (Toona sureni (Bl) Merr) yang diperoleh dari kampus Limau manis Padang, serta bahan pembuatan mie basah seperti tepung terigu berprotein tinggi dan telur, serta bahan kimia untuk analisis kimia. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan pembuatan mie basah dan alat-alat untuk analisis kimia
Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAL) pola faktorial 4 x 3 dengan 3 ulangan. Hasil pengamatan dari masing-masing parameter dianalisa statistic dengan uji F, jika kesimpulan dari uji F berbeda nyata, maka analisa statistic kemudian dilanjutkan dengan uji Honestly Significant Difference (HSD) pada taraf nyata 5 %.
Faktor A adalah penambahan daun surian berdasarkan daun pepaya yang terdiri dari 4 level konsentrasi:
A1 : Penambahan daun surian sebesar 0 %
A2 : Penambahan daun surian sebesar 25 %
A3 : Penambahan daun surian sebesar 50 %
A4 : Penambahan daun surian sebesar 75 %
Faktor B adalah waktu perebusan daun pepaya dengan daun surian yang terdiri dari 3 level :
B1 : Perebusan selama 5 menit
B2 : Perebusan selama 10 menit
B3 : Perebusan selama 15 menit
Pengamaatan dilakukan terhadap bahan baku berupa daun pepaya dan daun surian terhadap kandungan betakaroten, alkaloid total dan kadar air, Pengamatan terhadap mie basah daun papaya meliputi pengujian alkaloid, nilai pH, analisa pengembangan volume, serta uji organoleptik untuk semua perlakuan. Pada produk terbaik dilakukan analisis meliputi kadar betakaroten, kadar protein, kadar air, dan kadar abu.
Pelaksanaan Penelitian
Variable yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: kadar betakaroten, kadar protein metode Mikro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1984), kadar air (Sudarmadji et al., 1984), kadar abu (Sudarmadji et al., 1984), nilai pH, pengembangan volume, serta Uji Organoleptik (Soekarto, 1981). Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih yaitu mahasiswa Pascasarjana program studi Teknologi Industri Pertanian dan mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Andalas sebanyak 25 orang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengamatan Bahan Baku
Daun papaya (Carica papaya L.) dan daun surian (Toona sureni,Bl, Merr) sebagai bahan baku yang digunakan dalam pembuatan mie basah, dianalisa kadar air, kadar betakaroten dan identifikasi alkaloid dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil analisa kimia bahan baku penelitian
No Parameter Satuan Daun Pepaya Daun Surian
1.
2.
3. Kadar Air
Kadar betakaroten
Identifikasi alkaloid %
µg
- 75,28
21.131,7603
(+) 59,20
10.592,3486
(-)
Kadar air daun pepaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75,28 %, kadar air ini sesuai dengan kadar air daun pepaya pada Tabel komposisi pangan Indonesia yaitu sebesar 75,4 %. Kadar air daun surian yang digunakan sebesar 59,20 %. Menurut Winarno (2004), semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati, kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan itu.
Kadar betakaroten yang terdapat pada daun pepaya dan daun surian berturut-turut adalah sebesar 21.131,7603µg dan 10.592,3486µg/100 gr bahan. Jika dibandingkan dengan kadar betakaroten daun pepaya yang tercantum pada buku Tabel Komposisi Pangan oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009) yaitu sebesar 18.250 µg/100 gr bahan, maka kadar betakaroten dari daun pepaya yang digunakan dalam penelitian ini jauh lebih besar. Menurut Astawan (2009),derajat kehijauan dari warna daun erat hubungannya dengan kadar karoten, semakin hijau warna daun suatu sayuran maka semakin tinggi kadar karotennya. Diperjelas oleh Winarno (2004), karotenoid terdapat dalam kloroplas bersama-sama dengan klorofil, terutama pada bagian permukaan atas daun, dekat dengan dinding sel-sel palisade, oleh karena itu dedaun hijau selain klorofil terdapat juga karotenoid.
Identifikasi alkaloid dilakukan pada daun papaya dan daun surian, setelah dianalisa menunjukan ternyata didalam daun papaya teridentifikasi keberadaan senyawa alkaloid (+). Menurut Kalie (2000), alkaloid yang terdapat pada daun papaya adalah jenis alkaloid Karpain (C14H25NO2). Sedangkan di dalam daun surian tidak mengandung senyawa alkaloid (-). Temuan ini sejalan dengan penelitian Santoni (2008), daun surian tidak mengandung alkaloid. Dengan demikian diasumsikan bahwa alkaloid yang terdapat pada daun papaya dapat diserap oleh daun surian. Alkaloid merupakan golongan senyawa organic yang terbanyak ditemukan di alam, hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai kereaktifan biologis tertentu. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat basa) karena adanya sepasang electron bebas yang dimiliki oleh nitrogen sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya, tumbuhan yang mengandung alkaloid biasanya terasa pahit (Meyer, et al., 1982).
4.2 Pengamatan terhadap Mie Basah Daun Pepaya
4.2.1 Nilai pH
Berdasarkan hasil sidik ragam, tingkat penambahan daun surian tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH mie basah daun papaya, akan tetapi lama perebusan berpengaruh nyata. Interaksi antara factor penambahan daun surian dan lama perebusan juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH pada taraf nyata 5 % seperti terlihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Nilai pH mie basah daun papaya
Faktor B (lama perebusan) Rata-rata faktor A
B1 (5 mnt) B2 (10 mnt) B3 (15 mnt)
Faktor A (Tingkat penambahan daun surian) A1 (0 %) 6,83 ab 6,71 abc 6,65 abc 6,73 A
A2 (25 %) 6,86 a 6,73 abc 6,57 bc 6,72 A
A3 (50 %) 6,71 abc 6,76 abc 6,55 c 6,68 A
A4 (75 %) 6,74 abc 6,71 abc 6,55 c 6,67 A
Rata-rata faktor B 6,784 A 6,73 A 6,58 B
KK 1.37 %
angka-angka pada kolom dan baris yang diikuti oleh huruf kecil maupun huruf besar yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5 %, sehingga dilakukan uji lanjut HSD (Honestly Significant Difference)
Dari Tabel 5. diatas terlihat nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1 (tingkat penambahan daun surian sebesar 25 % dengan lama perebusan 5 menit) dengan nilai 6,860 dan terendah pada perlakuan A4B3 (tingkat penambahan daun surian sebesar 75 % dengan lama perebusan 15 menit) dengan nilai 6,547. Semakin lama waktu perebusan maka nilai pH mie basah akan semakin menurun, hal ini dipengaruhi oleh perpindahan massa alkaloid dari daun papaya ke daun surian sehingga pH pada daun papaya yang digunakan dalam proses pembuatan mie basah menurun dengan lamanya proses perebusan. Menurut Sediawan dan Prasetya (1997), Peristiwa ekstraksi alkaloid dianggap sebagai rangkaian peristiwa perpindahan massa yang meliputi Difusi alkaloid dari dalam padatan ke permukaan padatan,Perpindahan massa alkaloid dari permukaan padatan ke cairan pelarut, Difusi alkaloid di dalam cairan pelarut.
4.2.2 Pengembangan Volume
Berdasarkan hasil sidik ragam, tingkat penambahan daun surian maupun lama perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap pengembangan volume mie basah daun pepaya. Interaksi antara factor penambahan daun surian dan lama perebusan juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pengembangan volume pada taraf nyata 5 % seperti terlihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Nilai pengembangan volume mie basah daun papaya
Faktor B (lama perebusan) Rata-rata faktor A
B1 (5 mnt) B2 (10 mnt) B3 (15 mnt)
Faktor A (Tingkat penambahan daun surian) A1 (0 %) 1,22 1,20 1,23 1,22
A2 (25 %) 1,20 1,23 1,23 1,22
A3 (50 %) 1,21 1,20 1,21 1,21
A4 (75 %) 1,21 1,20 1,22 1,21
Rata-rata faktor B 1,21 1,20 1,22
KK 1.63 %
Pengembangan volume berkaitan erat dengan gluten yang terkandung dalam tepung terigu yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu jenis Hard Flour. Kandungan gluten menentukan elastisitas dan stabilitas olahan yang yang berasal dari tepung, besarnya protein pembentuk gluten menentukan sifat adonan dan produk yang dihasilkan (Munarso dan Haryanto, 2009). Dipertegas oleh Kent and Amos (1967), tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70 %, protein 8-13 %, lemak 0,8-1,5 %, serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6 dan 13-15,5 %, dan diantara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu prolamin dan glutelin yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten.
4.2.3 Identifikasi Alkaloid
Berdasarkan hasil Identifikasi alkaloid pada mie basah daun papaya dengan perlakuan perebusan dengan daun surian. Dari semua perlakuan menunjukan bahwa perlakuan penambahan daun surian sebesar 75 % dengan lama perebusan 15 menit (A4B3) yang tidak mengandung alkaloid. Alkaloid umumnya bersifat basa, Sifat basa pada alkaloid menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen, hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida (Sastrohamidjojo, 1996). Menurut Kalie (2000), alkaloid yang terdapat pada daun papaya adalah jenis alkaloid Karpain (C14H25NO2). Hasil identifikasi alkaloid pada mie basah daun papaya dapat terlihat pada Tabel 7 dibawah ini
Tabel 7. Hasil identifikasi Alkaloid Mie Basah Daun Pepaya
Faktor B (lama perebusan)
B1 (5 mnt) B2 (10 mnt) B3 (15 mnt)
Faktor A (Tingkat penambahan daun surian) A1 (0 %) + + +
A2 (25 %) + + +
A3 (50 %) + + +
A4 (75 %) + + (-)
Keterangan: (+) : memiliki kandungan alkaloid
(-) : tidak memiliki kandungan alkaloid
Identifikasi alkaloid juga dilakukan pada daun surian setelah proses perebusan dengan daun papaya ternyata menunjukan teridentifikasi adanya alkaloid pada perlakuan dengan lama perebusan 10 menit dan 15 menit, sedangkan pada perlakuan dengan lama perebusan 5 menit tidak menunjukan teridentifikasi alkaloid. Dengan hasil identifikasi tersebut terbukti adanya perpindahan masa alkaloid dari daun papaya ke dalam daun surian, seperti terlihat pada Tabel 8 dibawah ini.
Tabel 8. Hasil identifikasi Alkaloid daun surian setelah proses perebusan
Faktor B (lama perebusan)
B1 (5 mnt) B2 (10 mnt) B3 (15 mnt)
Faktor A (Tingkat penambahan daun surian) A1 (0 %)
A2 (25 %) - + +
A3 (50 %) - + +
A4 (75 %) - + +
Keterangan: (+) : memiliki kandungan alkaloid
(-) : tidak memiliki kandungan alkaloid
Berdasarkan hasil identifikasi alkaloid daun surian setelah proses perebusan dapat terlihat adanya perlakuan yang teridentifikasi mengandung alkaloid. Berdasarkan penelitian Santoni (2008) menjelaskan pada daun surian tidak memiliki kandungan alkaloid. Kandungan alkaloid pada daun surian setelah proses perebusan berasal dari kandungan alkaloid pada daun papaya yang telah berdifusi melalui cairan perebusan. Menurut Sediawan dan Prasetya (1997), Peristiwa ekstraksi alkaloid dianggap sebagai rangkaian peristiwa perpindahan massa yang meliputi Difusi alkaloid dari dalam padatan ke permukaan padatan, Perpindahan massa alkaloid dari permukaan padatan ke cairan pelarut dalam pori-pori padatan, Difusi alkaloid di dalam cairan pelarut.
4.2.4 Sifat Organoleptik
Salah satu factor yang sangat menentukan mutu suatu produk makanan adalah nilai organoleptiknya. Sifat organoleptik yang diamati pada mie basah yang dihasilkan meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur.
4.2.4.1 Rasa
Semakin meningkatnya penambahan jumlah daun surian dan lama proses perebusan akan semakin meningkatkan penerimaan ogranoleptik dari segi rasa. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya senyawa alkaloid pada mie basah daun pepaya. Senyawa alkaloid pada daun pepaya menyebabkan rasa dari produk olahhan menjadi pahit. Menurut Kalie (2000), rasa pahit pada daun pepaya disebabkan karena alkaloid karpain (C14H25NO2). menurut Sastrohamidjojo (1996), sifat basa penyebab rasa pahit pada alkaloid menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas, hasil dari reaksi ini sering berupa N-oksida. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa mie basah daun pepaya dapat dilihat pada table 9. dibawah ini
Tabel 9. Nilai kesukaan panelis terhadap rasa mie basah daun papaya
Faktor A
(Tingkat Penambahan Daun Surian) Faktor B
(Lama Perebusan) Rata-rata Interaksi
A4
A2
A4
A3
A3
A1
A3
A4
A1
A2
A2
A1 B3
B3
B2
B3
B2
B3
B1
B1
B1
B2
B1
B2 4,20 a
3,90 a b
3,85 a b c
3,85 a b c
3,55 a b c d
3,50 a b c d e
3,45 a b c d e f
3,15 b c d e f
3,10 c d e f
2,85 d e f
2,75 e f
2,70 f
KK 22,51%
angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5 %, sehingga dilakukan uji lanjut HSD (Honestly Significant Difference)
nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1=tidak suka, 2=kurang suka, 3=biasa, 4=suka, 5= sangat suka
4.2.4.2 Tekstur
Tekstur terutama elastisitas dari mie basah daun papaya dipengaruhi oleh gluten yang terkadung didalam tepung terigu jenis Hard Flour yang digunakan. Pada penelitian ini jumlah dari tepung terigu yang digunakan adalah sama, sehingga jumlah dari gluten yang berperan dalam pembuatan mie basah daun papaya juga sama, sehingga menghasilkan penerimaan panelis terhadap tekstur tidak berbeda nyata. Menurut Akashi et al (1991), kadar protein dari tepung terigu yang semakin tinggi akan meningkatkan tekstur terutama elastisitas dan kerenyahan mie dikarenakan tepung terigu yang berasal dari gandum yang memiliki gluten yang bersifat elastis.
Tabel 10. Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur mie basah daun papaya
Faktor A
(Tingkat Penambahan Daun Surian) Faktor B
(Lama Perebusan) Rata-rata Interaksi
A4
A4
A2
A3
A1
A1
A3
A2
A3
A4
A2
A1 B3
B2
B3
B3
B3
B1
B2
B1
B1
B1
B2
B2 3,95 a
3,85 a
3,85 a
3,75 a
3,75 a
3,75 a
3,75 a
3,70 a
3,70 a
3,70 a
3,60 a
3,55 a
KK 15,37 %
4.2.4.3 Aroma
Dari hasil sidik ragam factor penambahan daun surian maupun lama perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma mie basah daun pepaya. Interaksi penambahan daun surian dan lama perebusan tidak berpengaruh nyata terhadap aroma mie basah, dimana nilai aroma berkisar antara 3,5 – 3,95 dengan nilai biasa, aroma yang dihasilkan dari mie basah daun papaya adalah aroma khas daun papaya,nilai kesukaan panelis terhadap aroma dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai kesukaan panelis terhadap aroma mie basah daun papaya
Faktor A
(Tingkat Penambahan Daun Surian) Faktor B
(Lama Perebusan) Rata-rata Interaksi
A1
A2
A4
A4
A3
A3
A3
A2
A4
A1
A1
A2 B1
B3
B2
B3
B1
B2
B3
B2
B1
B3
B2
B1 3,95 a
3,80 a
3,80 a
3,75 a
3,70 a
3,65 a
3,65 a
3,60 a
3,60 a
3,55 a
3,50 a
3,50 a
KK 16,63 %
4.2.4.4 Warna
Warna merupakan hal yang paling cepat memberikan kesan akan tetapi paling sulit dalam pengukurannya sehingga pengukuran warna sangat bersifat subjektif. Penilaian organoleptik terhadap warna dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai kesukaan panelis terhadap warna mie basah daun papaya
Faktor A
(Tingkat Penambahan Daun Surian) Faktor B
(Lama Perebusan) Rata-rata Interaksi
A1
A2
A4
A3
A2
A3
A4
A3
A2
A1
A1
A4 B1
B3
B3
B1
B1
B3
B2
B2
B2
B2
B3
B1 4,25 a
3,95 a b
3,90 a b
3,85 a b
3,85 a b
3,85 a b
3,85 a b
3,80 a b
3,80 a b
3,70 b
3,70 b
3,65 b
KK 12,42%
angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, berbeda nyata pada taraf 5 %, sehingga dilakukan uji lanjut HSD (Honestly Significant Difference)
nilai organoleptik berkisar antara 1 sampai 5, dengan 1=tidak suka, 2=kurang suka, 3=biasa, 4=suka, 5= sangat suka
Dari Tabel 12 terlihat bahwa interaksi antara penambahan daun surian dan lama perebusan berbeda nyata pada α = 5 %. warna produk yang paling disukai panelis adalah pada penambahan daun surian 0 % dengan lama perebusan 5 menit (A1B1) dan terendah pada perlakuan dengan penambahan daun surian 75% dengan lama perebusan 5 menit (A4B1). Warna dari mie basah daun pepaya semua perlakuan adalah warna kuning kehijauan. Warna kuning berasal dari warna kuning telur yang ditambahkan dalam proses pembuatan mie basah daun papaya, selain meningkatkan nilai gizi, penambahan kuning telur menjadikan warna mie basah menjadi lebih menarik tanpa penambahan warna sintetik
4.3 Pengamatan Produk Terbaik
Berdasarkan hasil organoleptik ternyata interaksi perlakuan A4B3 (tingkat penambahan daun surian sebesar 75 % dan lama perebusan selama 15 menit), memberikan hasil mie basah yang paling diterima oleh panelis dari segi warna, aroma, warna maupun rasa, ditunjang oleh pengujian secara fisik dan kimia meliputi uji pengembangan volume, nilai pH serta identifikasi alkaloid, menjadikan perlakuan A4B3 menjadi perlakuan yang tepat untuk memperoleh mie basah yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) serta diterima secara organoleptik. Grafik penilaian organoleptik mie basah daun papaya dan dokumentasi mie basah semua perlakuan dapat dilihat pada gambar 4. dan gambar 5. Seperti terlihat dibawah ini.
Gambar 4. Grafik penilaian organoleptik mie basah daun pepaya
Gambar 5. Mie basah daun pepaya semua perlakuan
Selanjutnya perlakuan A4B3 (tingkat penambahan daun surian sebesar 75 % dengan lama perebusan 15 menit) digunakan dalam pengamatan produk terbaik, meliputi penetapan kadar betakaroten, kadar protein, kadar abu dan kadar air mie basah daun papaya.
Tabel 13. Hasil analisis Fisik, Kimia dan Organoleptik mie basah daun pepaya perlakuan A4B3
No Parameter Satuan Hasil analisa SNI 2987-1992
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
kadar air
kadar abu
kadar protein
kadar betakaroten
kadar lemak
kadar karbohidrat
nilai pH
pengembagan volume
-
-
-
-
% b/b
% b/b
%
µg
%
%
-
-
Khas daun pepaya
Khas mie basah
Kuning kehijauan
Normal
47,01
0,73
9,15
6748,5102
8,32
34,79
6,55
1,2183
Normal
Normal
Normal
-
20-35
Max 3,0
Min 8,0
-
-
-
-
-
Gambar 6. Histogram kadar protein, kadar air, kadar abu, produk terbaik dan SNI
Kadar betakaroten yang diperoleh = 6.748,4902 "µg" / 100 gr bahan
Kecukupan kandungan betakaroten = "6.748,4902 µg" /"21.131,7603 µg" "x 100 %"
= 31,94 %
Berdasarkan produk-produk mie yang beredar di pasaran, kebutuhan AKG yang terpenuhi dalam mengkonsumsi 1 bungkus mie instan adalah 15-20 % dari kebutuhan AKG harian, menurut Muctadi, Palupi, dan Wisatawan (1992), proses perebusan dapat menyebabkan susut betakaroten sampai 14 %. Dari penelitian yang telah dilakukan ternyata kadar betakaroten yang diperoleh dari mie basah dengan perlakuan penambahan daun surian sebesar 75 % dengan lama perebusan 15 menit yaitu sebesar 6.748,4902 "µg," yang jika dikonversikan pada Angka Kecukupan Gizi dapat memenuhi 31,94 % kebutuhan betakaroten harian.
Tingkat kerusakan betakaroten jika dibandingkan dengan formulasi mie basah daun pepaya adalah 2,09 %, rendahnya angka kerusakan betakaroten pada mie basah daun papaya ini disebabkan oleh tingginya kandungan klorofil pada daun papaya yang dapat menghambat kerusakan betakaroten dengan terlebih dahulu teroksidasi. Menurut Paul dan Parmer (1972), betakaroten pada sel tanaman terdapat pada khloroplast dan kromoplast, sedangkan karotenoid terletak di bawah klorofil. Ditambahkan oleh Gross (1991), karotenoid terdapat dalam khloroplast bersama-sama dengan klorofil, terutama pada permukaan atas daun dekat dinding palisade, dan karotenoid dapat berikatan dengan lipoprotein khloroplast melalui ikatan hydrogen yang kuat. Menurut Muchtadi, Palupi dan Astawan (1992), betakaroten relative stabil selama pemanasan biasa, oleh karena itu hanya sedikit terjadi susut betakaroten selama pengolahan bahan pangan, susut yang cukup besar terjadi jika terdapat oksigen serta adanya produk hasil oksidasi lemak. Selain rendahnya kerusakan betakaroten selama proses pengolahan, kadar betakaroten dalam mie basah daun pepaya juga ditunjang oleh kuning telur yang ditambahkan dalam proses pengolahan. Menurut Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia (2009), kadar betakaroten pada telur ayam ras sebesar 104 µg, dengan kadar retinol 61 µg, sedangkan kadar retinol pada kuning telur ayam ras adalah 606 µg.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
Interaksi antara factor A (tingkat penambahan daun surian) dan factor B (lama perebusan) berdasarkan penilaian organoleptik berpengaruh terhadap rasa dan warna, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap aroma dan tekstur mie basah
Interaksi antara factor A (tingkat penambahan daun surian) dan factor B (lama perebusan) berpengaruh terhadap nilai pH dan identifikasi alkaloid, akan tetapi tidak berpengaruh terhdap pengembangan volume.
Berdasarkan hasil uji organoleptik, pengujian secara fisik dan pengujian secara kimia didapatkan produk mie basah daun pepaya yang terbaik dengan perlakuan penambahan daun surian sebesar 75 % dengan lama perebusan 15 menit (A4B3)
Produk dengan perlakuan A4B3 dianalisa secara proksimat dan didapatkan hasil berupa kandungan betakaroten sebesar 6.748,4902 µg, kadar protein sebesar 9,15%, kadar air sebesar 47,01%, serta kadar abu sebesar 0,6 %
Mie basah daun papaya memenuhi kebutuhan betakaroten harian sebesar 31,94 %
DAFTAR PUSTAKA
Akashi K, He X, Chen J, Iwasaki H, Niu C, Steenhard B,Zhang J, Haug J and Li L. (2003). Blood.
Apriantono A. D Fardiaz, NL Puspita.sedarnawati, S Budianto. 1998. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.
Ardina, Y. 2007. Pengembangan Formulasi Sediaan Gel Antijerawat serta Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Daun Pepaya. Bandung: Institut Teknologi Bandung [Tesis].
Astawan, M. 2008. Membuat Mie dari Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
Astutik. 2011. Daun Pepaya Pahit yang Bermanfaat. http://kesehatan.kompas.com [25 Maret 2011].
Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz) sebagai Bahan Pembuat Mie Kering. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Dalimartha, S., 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, , Trubus Agriwijaya, Jakarta.
Damardjati S., Santosa S W,.1994.Evaluasi Sifat-Sifat Fisik Kimia Tepung Dua Jenis Varietas Ubi Jalar. Malang
Desminarti, 2001.Kajian Serat Pangan dan Antioksidan Alami Beberapa Jenis Sayuran serta Daya Serap dan Retensi Antioksidan pada Tikus Percobaan [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Erdman, J.W. 1999. Variable Bioavailability of Carotenoids from Vegetables. Am J Clin Nutr 70.
Fahmi, A. 2007. Optimasi Proses Produksi Mie Basah Berbasis Tepung Jagung dengan Teknologi Ekstrusi. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Faridah, Anni dan Kasmita. 2009. Substitusi Tepung Ubi Jalar Kuning dan Penambahan Ekstrak Wortel Pada Pembuatan Mie Basah sebagai Pangan Fungsional Penanggulangan Kurang Vitamin A. Padang : Universitas Negeri Padang.
Gross,J. 1991. Pigment in Vegetable. An Avi book. Van Nostrand Reinhold. New York
Harborne. 1996. Metode Fitokimia:Penemuan cara modern menganalisis tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung:
Penerbit ITB. Terjemahan dari : Phytochemical Methods.Heyne. K.1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sasana Wanajaya. Jakarta
Hou G, M. Kroun. 1998. Asian Noodle Technology. Artikel. Asian Noodle : Technical Bulletin Vol XX, No.12. http://secure.aibonline.org [7 Maret 2011]
Hsieh, Y.P.C and M. Karel. 1983. Rapid Dettermination of Alpha and BetaCarotenses in Food. J. Chromatogr.
Kalie, 2000. Bertanam pepaya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Kraus,W.,W. Grimminger, and G. Sawitzki. 1978. Toonacilin and 6-Acetoxy-toonacilin,Two New β-secotetranotriterpenes with antifeeding activity,Acta Crystoallogr.
Meyer, B.N. Ferrigni,NR. Putnam JE, Jacobsen LB.1982. Brine Shrimp: A Convenient general bioassay for active plant med
Mitscher, L.A.,Ryey Ping,L. Bathala,MS., Wu-wu-Nan, D and Roger W. 1992. Antimicrobial agents from higher Plants: Introduction, Rational, and methodology, Llaydia.
Munarso, J dan Haryanto, B. 2010. Prospek Pengembangan Teknologi Pengolahan Mie. http://www.iptek.net.id [7 Maret 2011]
Muchtadi,D. Palupi, N.S., dan Made A. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Gizi Pangan Olahan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mursito, B.2002. Ramuan Tradisional untuk Penyakit Malaria. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nasution, Z. Bakkara, T. Mincu, M. 2010. Pemanfaatan wortel (Daucus carota) dalam Pembuatan Mie Basah serta Analisa Mutu Fisik dan Gizinya. Medan : Universitas Sumatera Utara.
Nurdin, H. 1978. Essential Oils in West Sumatera. Paper Presented on Seminar and Workshop on Essential Oils, held in Bangkok June 11-18.
________. 2000. Isolasi Karotenoid dari Daun Surian (Toona sureni Bl., Merr) dan Kajian Bioaktifitasnya terhadap Pencegahan Penyakit Jantung. Laporan RUT VII.2.
Robertson VB. 2009. Studies on papaya leaf tea. http: papayaleavesfor cancer.com [25 Maret 2011].
Santoni. A. 1992. Beberapa Alkaloid dari Kulit Batang Litsea firma (Bl) Hk.f (Lauraceae). Bandung: Institut Teknologi Bandung [tesis].
Santoni. A H.Nurdin Y Manjang. 2008. Minyak Atsiri dari Toona sinensis dan Uji Aktivitas Insektisida. Padang: Universitas Andalas [disertasi].
Sastrohamidjojo. 1996. Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Mie Basah SNI No. 01-2987-1992. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional.
Sediaoetama, 1989. Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sudarmadji,S., Bambang,H., Suhardi. 1984 Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.
Sunarjono, H. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya
Sunaryo, E 1985. Pengolahan produk serealia dan biji-bijian. Fateta IPB. Bogor
Suyanti, 2009. Membuat Bihun, Kwetiau dan Sohun Sehat. Jakarta : Penebar Swadaya.
Warisno, 2003. Budi Daya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius.
Widyaningsih T.B, ES. Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana
Winarno FG, TS Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Minuman. Jakarta: Pustaka sinar harapan
Actions (login required)
|
View Item |