Yeni, Marliza (2014) ABROGASI DAN APPROPRIASI SASTRA: MEMBANGUN KEMBALI JATI DIRI MELALUI KARYA SASTRA PASCA-KOLONIAL. Working Paper. Fakultas Sastra. (Unpublished)
PDF (ABROGASI DAN APPROPRIASI SASTRA: MEMBANGUN KEMBALI JATI DIRI MELALUI KARYA SASTRA PASCA-KOLONIAL)
- Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication. Download (15Kb) |
Abstract
Bahasa Inggris pada masa imperialisme dipakai oleh bangsa Inggris untuk menanamkan budayanya. Penanaman budaya ini dilakukan melalui pengharusan untuk memakai bahasa Inggris di sekolah-sekolah dan melalui literatur-literatur berbahasa Inggris yang harus dibaca oleh generasi muda negara jajahan. Akibatnya, penduduk di sebuah negara jajahan menjadi lebih kenal dengan ratu dan raja Inggris daripada pahlawan-pahlawan negerinya. Politik itu tidak hanya untuk menanamkan budaya Inggris karena menurut Franz Fanon, memakai sebuah bahasa adalah menerima sebuah dunia yang hanya dipahami melalui bahasa tersebut, tetapi juga secara perlahan menjauhkan bangsa jajahan itu dari tradisi dan identitas mereka yang hanya dapat dihidupkan lewat bahasa. Paseaimperialisme, penulis-penulis dari negara-negara eks jajahan Inggris mencoba melakukan hal yang sama. Mereka menggunakan bahasa untuk ‘menggugat’ hak-hak mereka atas identitas dan tradisi yang pernah dirampas oleh Inggris. Mereka menggunakan senjata yang sama yaitu bahasa tulisan atau karya sastra, namun dengan teknik abrogasi dan appropriasi. Abrogasi menurut Ashcroft dkk. (2002:4), adalah suatu sikap yang diambil penulis-penulis pasca-kolonial untuk menolak menggunakan bahasa Inggris yang ‘benar’ dan ‘standard’. Dengan sikap tersebut, mereka memilih untuk memakai bahasa Inggris dengan dialek yang tidak populer atau varian yang jarang terpakai atau menciptakan varian baru. Appropriasi adalah mengambil alih aspek-aspek budaya imperialisme yaitu bahasa, berbagai bentuk tulisan, film, teater, bahkan pola pikir dan argumentasi seperti rasionalisme, cara berpikir logis, dan analisis untuk menyampaikan dengan gamblang identitas sosial dan budaya mereka (Ashcroft, Griffiths, Tiffin, 2001:19). Artinya, dengan taktik appropriasi, masyarakat pasca-kolonial tidak menolak aspek-aspek sosial imperialisme, termasuk bahasa. Sebaliknya, mereka malah mengadopsi aspek-aspek tersebut dan memakainya dengan cara mereka sendiri untuk kepentingan pengungkapan identitas sosial dan budaya mereka agar menjadi lebih jelas bagi orang atau bangsa lain. Hasil penelitian terhadap beberapa karya sastra (tiga puisi dari kepulauan Caribia, satu novel Afrika, satu drama tentang Aborigin, dua film tentang budaya India dan Jepang), menunjukkan bahwa negara-negara eks jajahan Inggris betul-betul berusaha keras untuk membangun kembali identitasnya terlepas dari embel-embel eks jajahan Inggris. Dengan memperhatikan unsur-unsur intriksik pembangun karya-karya sastra tersebut (tokoh dan penokohan, latar, alur, tema dll), maka didapatkan kesimpulan bahwa karya-karya tersebut di atas sarat akan penolakan terhadap imperialisme Inggris. Puisi-puisi dari kepulauan Caribia memakai teknik abrogasi dalam melepaskan diri dari pengaruh penjajahan. Para penulis puisi ini memakai bahasa Inggris, yang kemudian disebut oleh Edward Kamau Brathwaite (sastrawan dan kritikus Caribia)
Item Type: | Monograph (Working Paper) |
---|---|
Subjects: | P Language and Literature > PE English |
Unit atau Lembaga: | Fakultas Ilmu Budaya > Sastra Inggris |
Depositing User: | SSi Renny Pebrica |
Date Deposited: | 03 Jun 2010 08:55 |
Last Modified: | 24 Jul 2015 07:50 |
URI: | http://repository.unand.ac.id/id/eprint/2125 |
Actions (login required)
View Item |