Repository Universitas Andalas

DINAMIKA DUA KOTA TAMBANG: Perubahan sosial dan munculnya Tambang Rakyat di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sungai Liat Bangka pada Masa Reformasi

Zulqayyim, Zulqayyim (2014) DINAMIKA DUA KOTA TAMBANG: Perubahan sosial dan munculnya Tambang Rakyat di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sungai Liat Bangka pada Masa Reformasi. Working Paper. Fakultas Sastra. (Unpublished)

[img] PDF (DINAMIKA DUA KOTA TAMBANG: Perubahan sosial dan munculnya Tambang Rakyat di Sawahlunto Sumatera Barat dan Sungai Liat Bangka pada Masa Reformasi) - Supplemental Material
Available under License Creative Commons Public Domain Dedication.

Download (14Kb)

Abstract

Perubahan-perubahan politik yang terjadi di tanah air dalam 1 dekade belakangan ini tidak hanya mengubah konfigurasi peta politik itu sendiri, tetapi juga membawa pengaruh besar dalam kehidupan lain seperti sosial, ekonomi, kota dan budaya. Simak misalnya, jika sebelum ini dalam berbagai kehidupan, seperti tambang, hegemoni pemerintah demikian kuatnya, namun sejak reformasi, hegemoni itu runtuh sejalan dengan runtuhnya kekuasaan Orde Baru dibawah komando Soeharto. Kasus yang menarik adalah dua kota tambang yaitu Sungai Liat Provinsi Bangka Belitung dan Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat. Ada banyak persoalan yang berlangsung dalam proses tambang belakangan ini. Lebih dari l abad, batu bara di Ombilin ( ambil patokan 1891 sebagai awalnya), boleh dikatakan masyarakat tidak pernah menikmati secara langsung hasil kekayaannya itu. Selama ini, yang menjarah batu bara dan timah itu hanyalah penguasa dan pengusaha besar, sedangkan rakyat tidak. Barulah dalam 1 dekade belakangan ini, rakyat pun mulai mengambil kesempatan untuk merasakan nikmatnya uang batu bara dan timah Hanya saja ketiganya memiliki perbedan yang sangat besar. Pengusaha dan penguasa menjarah kekayaan alam, hutan ataupun tanah rakyat yang dilindungi oleh UU, yang dibuat mereka sendiri. Jadilah penjarahan mereka legal. Motivasinya pun berbeda, kalau pengusaha dan penguasa menjarah untuk memupuk kekayaan, maka rakyat menjarah hanya untuk sekedar bertahan hidup. Hal itulah yang dilakukan oleh tambang rakyat, yang hanya sekedar untuk bertahan hidup. Apalagi, proses penambangan rakyat itu berlangsung sejak krisis moneter yang melanda republik ini, sehingga pekerjaan menambang hanyalah upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup anak dan istri mereka. Dalam konteks ini, muncullah istilah illegal mining dan legal. Istilah ini tak lepas dari perpektif siapa yang memegang kekuasan, kriteria-kriteria hukum, jumlah modal serta kemampuan teknologi. Sama halnya dngan kasus-kasus penebangan hutan, yang benar-benar menikamati hutan adalah mereka yang dapat akses langsung ke hutan dan hanya memiliki modal dan peralatan yang cukup untuk berproduksi dalam jumlah massal Dalam hal ini adalah cukong penyandang dana. Hal itu boleh dikatakan bahwa para kompetitor mereka nyaris tak seberapa besarnya jika dibandingkan dengan tambang rakyat versus PT. BO dan PT Timah. Namun, namun PT tersebut jauh lebih banyak mengeruk hasil tambang itu sendiri. Hal yang tak dapat dielakkan adalah tambang negara yang pernah begitu jayanya tahuntahun sebelumnya, tumbang begitu saja dalam era reformasi. Persoalannya karena tidak kuatnya fondasi ekonomi dan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, wajah pertambangan nyaris selalu buruk. Pertambangan timah dan batu bara, misalnya, merupakan pengerukan sumberdaya yang terkandung di tempat terbuka maupun bawah tanah dan sekaligus penggerusan terhadap hak-hak sipil. Dari segi lingkungan, penambangan batu bara akan mengubah lingkungan sekitarnya menjadi lingkungan rongsokan karena penggalian yang ditinggalkan. Terciptanya lahan-lahan yang banyak tidak direklamasi kembali oleh perusahan tambang telah meninggalkan lahan-lahan yang tidak produktif, perubahan kontur tanah yang mengerikan, kawah-kawah dan danau buatan akibat penggalian di tanah terbuka yang tak bisa dihindarkan. Bahkan, perubahan ekologi di sekitar area bekas pertambangan merupakan akibat yang tak terelakkan. Kemalangan lingkungan ini, di mana pun tambang dieksplorasi dan dikeruk, memang ibarat pepatah, habis manis sepah pun dibuang. Di sinilah berlaku hukum rimba yang mengambil kesempatan di antara sisa-sisa kejayaan doposit batu bara Ombilin dan timah bangka yang ditambang oleh rakyatnya. Mereka illegal karena mereka tak menyetor pajak sebagai pemasukan negara. Akan tetapi, untuk apa harus menyetor pajak, jika pajak itu kemudian di korup pula oleh pemegang kekuasaan di republik ini. Akhirnya, wajah dua kota tambang tidak lepas dari kekerasan dan ketidakberdayaan warganya mengikuti arus perubahan yang begitu cepat dan keras sehingga mereka yang mampu bertahan hanyalah mereka yang juga menghadapi masalah itu dengan kekerasan jiwa dan hatinya. Jika tidak, mereka dilindas dan terlindas oleh roda kehidupan.

Item Type: Monograph (Working Paper)
Subjects: P Language and Literature > P Philology. Linguistics
Unit atau Lembaga: Fakultas Ilmu Budaya > Sastra Minangkabau
Depositing User: SSi Renny Pebrica
Date Deposited: 03 Jun 2010 09:14
Last Modified: 07 Aug 2015 07:36
URI: http://repository.unand.ac.id/id/eprint/2138

Actions (login required)

View Item View Item