Repository Universitas Andalas

Abstrak Penelitian FISIP Unand 2009

Ampera Warman, Abstrak Penelitian FISIP Unand 2009. [Teaching Resource]

[img] PDF (Data)
Download (251Kb)
Official URL: lp unand.ac.id

Abstract

KERJASAMA PENGELOLAAN PASAR NAGARI YANG SALING MENGUNTUNGKAN (WIN-WIN SOLUTION) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN Oleh : Ardi Abbas Nomor Kontrak:005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Pasar nagari memiliki arti penting dalam perkembangan perekonomian di Sumatera Barat. Pentingnya pasar nagari tercermin sebagai wadah perkonomian, dari jumlahnya yang lebih banyak (92,3 %) dari pada pasar bukan nagari serta tersebar di seluruh Sumatera Barat. Selain itu keberadaan pasar nagari berkaitan dengan keberadaan nagari itu sendiri, sehingga nagari dan pasar nagari merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam struktur sosial budaya Minangkabau. Laporan penelitian dosen muda ini menjelaskan tentang kerjasama yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dengan nagari dalam pengelolaan pasarnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa telah dibentuk organisasi yang berwenang memfasilitasi pasar nagari, walaupun pada wilayah itu pasar nagari tetap dikelola secara otonom oleh nagari yang bersangkutan. Kabupaten Padang Pariaman membentuk Kantor Dinas Pasar dan Perparkiran. Peran organisasi ini adalah untuk membantu Bupati mengefektifkan pengelolaan pasar. Untuk itu telah diterbitkan Surat Keputusan yang pada intinya mengatur tata cara pembentukan komisi dan pengurus pasar nagari dan masa jabatannya. Pemerintah kabupaten tidak mencampuri keputusan- keputusan yang diambil oleh masing-masing nagari dalam hal pengelolaan pasar nagarinya. Walaupun secara ekonomi pemerintah kabupaten itu tidak diuntungkan dengan keberadaan pasar nagari, namun mereka tetap mendanai pembangunan pasar nagari sebagai bentuk dari : (a) pengakuan pasar nagari dan nagari sebagai wilayah yang otonom, (b) sebagai bagian dari tugas pemerintah kabupaten dalam rangka melayani kepentingan masyarakat nagari. Sebagai tindak lanjutnya telah dicantumkan dalam APBD kabupaten tentang rehabilitasi pembangunan pasar nagari dengan cara bekerja sarna dengan nagari yang bersangkutan khususnya tentang pembagian keuntungan dari hasil pasar, namun kerja sarna tersebut belum menguntungkan pemerintah kabupaten. Juga ditemukan adanya kerancuan tentang tata cara serah terima antara aset desa ke nagari sehingga berimbas pada pengelolaan pasar nagari yang ada. PERUBAHAN SOSIAl DAN BUDAYA KOMUNITAS PERDESAAN SETELAH MASUKNYA EKONOMI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Studi kasus Nagari Kinali, Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat) Oleh: Elfitra dan Jendrius Nomor Kontrak:005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Melihat kondisi daerah Pasaman Barat seperti sekarang tentu saja sangat berbeda jauh dengan keadaan pada waktu sebelum masuknya ekonomi perkebunan. Kehadiran ekonomi perkebunan khususnya perusahaan perkebunan kelapa sawit membawa dampak bagi peningkatan kesejahteraan penduduk dan perkembangan ekonomi wilayah. Disamping meningkatnya kesejahteraan tentu saja akan berakibat pada terjadinya berbagai perubahan sosial budaya yang menyangkut berbagai aspek kehidupan dalam masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan mengungkap bentuk-bentuk dan proses perubahan yang yang terjadi dalam cakupan sosial dan budaya yang terjadi dalam masyarakat setelah masuknya ekonomi perkebunan kelapa sawit. Kemudian menganalisis implikasi dan ekses perubahan sosial budaya dalam level kehidupan masyarakat sebagai akibat masuknya perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Nagari Kinali, salah satu nagari di Kabupaten Pasaman Barat, Propinsi Sumatera Barat. Berdasarkan hasil penelitian, masuknya perkebunan kelapa sawit ke Nagari Kinali telah membawa sejumlah perubahan sosial budaya bagi masyarakat. Bentuk-bentuk dan proses perubahan terjadi dalam berbagai bidang kehidupan seperti, perubahan sistem pertanian yang semula masih bersifat subsistensi menjadi komersial. Kalau sebelumnya pengerjaan lahan menggunakan alat dan cara-cara tradisonal dan hasil panen yang diperoleh sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Akan tetapi sekarang dengan masuknya tanaman kelapa sawit, telah membawa sejumlah konsekuensi bagi masyarakat terutama menyangkut perubahan etos kerja dan manajemen waktu dalam bekerja. Pengelolaan kebun sawit yang dilakukan oleh penduduk membutuhkan keserius,an, karena harga penjualan pallen sangat tergantung kepada kualitas hasil panen. Demikian juga dengan semakin berkembangnya berbagai usaha eknomi non-pertanian (offfarm) di wilayah perdesaan. Keberadaan beberapa PT perkebunan kelapa sawit tentu saja membuka lapangan pekerjaan barn bagi warga sekitar seperti misalnya menjadi buruh harian yang bekerja merawat dan memupuk tanaman. Yang menjadi buruh ini umumnya adalah angkatan kerja usia muda dan ibu-ibu. Sektor non-pertanian lain yang cukup berkembang tersebut adalah di bidang perdagangan. Ada tiga macam tipe pedagang yang ditemukan, yaitu pedagang tauke, pedagang tetap dan pedagang babelok. IMPLlKASI PERUBAHAN PEMIL.IKAN DAN FUNGSI TANAH ULAYAT TERBADAP RELASI SOSIAL KOMUNITAS LOKAL DI WILAYAH PINGGlRAN KOTA PADANG Oleh: Azwar Nomor Kontrak:005/SP3/PP/DP2M/II/2006 Abstract This research shows that increaseing of population account and do the law that can be ulayat land certificated along with city development Ihat causes the smash ownership .system and using ulayat land in Minangkabau system of urban matrilineal kins. In this conditions rising divergence and strained siluation between individu who is not suit with function of kins tie. C'hanging ownership .structure and using ulayat land, it is not conflict with constitution of custom, so function of matrilineal kins constants strong in Minangkabau matrilineal. The functional structurally, system of Minangkabau matrilineal relatives can still held out because the changing happens through social diferenciation. The un-condition balance will happen in hight and low of frequency social interaction in exlended .family. The struggle to defend life through collecting of harato pusako rendah inherited competition between in nuclear .family. It's always folowed with competition increase, adaptation process with agreeme it values before and it can go on in the form of new structural integration through distribution happening nature resources and social from the nuclear .family is succesfull that can be used by the extended family. ALCULTURATION AND ASIMILATION OF JAVA AND MlNANG CULTURE VALUE IN INSTITUTE OF NAGARI IN SITIUNG WEST SUMATRA Oleh: Indraddin Nomor Kontrak:005/SP3/PP/DP2M/II/2006 Abstract This government policy of West Sumatra to return again to governance study is about of nagari which not accept in Sitiung that consist by Minangkabau and Java ethnic. The researchs aim is to describe of dynamics that happened in institution process of returning nagari in kanagarian Sitiung, (2) to describe involvement of transmigration and Minangkabau ethnic occupy position in governance structure and institutes of nagari. (3) Analyzing influence of values of nagari to ethnic life of Minangkabau and java ethnic after executed the program of returning to nagari in Sitiung. The research used qualitative approach and data colected by indeepth interview and observation. Conclusion of this research.. Societies of Sitiung is agree together again to governance of nagari that is forming a unit governance of lowest level commended by law of West Sumatra of number 9 about governance of nagari. To support the way of organization of nagari in Sitiung regence formed all kind of institution which its is target to move the wheel governance of nagari utilize to reach the goal of development of returning nagari. Some institutes both for formed by entangling each society and also which is direct to be formed by government of nagari or formed by certain group is not yet functioned better. Kanagarian Sitiung which consist of two dominant ethnic, Minangkabau and Java ethnic develope nagari by custom values of Minangkabau so, in placing personnel at institution of nagari lessen opportunity to ethnic of Java. PERILAKU MEMILIH BURUH MIGRAN PEREMPUAN INDONESIA DI KUALA LUMPUR DALAM PEMILU LEGISLATIF 2004 Oleh : Aidinil Zetra dan Malse Yulivestra Nomor Kontrak: 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara latar belakang dan status sosial ekonomi, penilaian terhadap kinerja pemerintah Indonesia pasca Orde Baru, identifikasi kepartaian dan agama serta tingkat ketaatan beragama responden pekerja migran perempuan Indonesia di Kuala Lumpur dengan perilaku mereka dalam mendukung dan memilih partai politik tertentu dalam pemilu 2004. Di samping itu, kajian ini juga bertujuan untuk mengetahui motivasi mereka turun mengundi dan tahap pengetahuan tentang calon dan manifesto partai yang bertanding serta sumber maklumat yang digunakan oleh responden dalam membuat keputusan mengundi dan peta sokongan politik pekerja migran Indonesia di Kuala Lumpur terhadap partai politik tertentu. Kajian ini menggunakan kaedah penyelidikan survei dengan pendekatan kuantitatif. Untuk memberikan pentafsiran yang lebih mendekati realiti sosial, di samping kaedah soal selidik, dilakukan pula pengumpulan data melalui temu bual, kajian dokumen, kajian pustaka serta internet. Populasi kajian ialah pekerja migran Indonesia di Malaysia yang bekerja dengan permit kerja yang sah dan turun mengundi dalam pemilu legislatis Indonesia tahun 2004 di Kuala Lumpur dengan pengambilan sampel secara acak. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer 'Statistical Package for Social Science' atau SPSSfor Windows Release 12.0. Dua jenis statistik digunakan dalam analisis data yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Penelitian ini menemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku memilih pekerja migran perempuan Indonesia dengan latar belakang dan status sosial ekonomi mereka, penilaian mereka terhadap kinerja pemerintah Indonesia pasca Orde Baru. Sebaliknya, ditemukan hubungan yang kuat antara pilihan partai mereka dengan identifikasi kepartaian dan hubungan yang lemah dengan agama dan tingkat ketaatan beragama pemilih. EFEKTIFITAS PELIMPAHAN WEWENANG DAN PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KABUPATEN KE PEMERINTAH NAGARI Study: Pemerintahan Nagari Koto Baru Dan Pemerintahan Nagari Gantung Ciri Kecamatan Kubung Kabupaten Solok Oleh: Tengku Rika Valentina, Bakaruddin Rosyidi Ahmad, Kusdarini, Dewi Puspita Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/V/2006 ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan bagaiman tingkat efektifitas pelimpahan wewenang dan pelayanan publik pemerintah nagari Koto Baru dan pemerintah nagari Gantung Ciri yang dihubungkan dengan beberapa variabel seperti Sumber daya manusia (SDM), keuangan,dan partisipasi masyrakat nagari. Serta melihat jenis dan jumlah kategori kewenangan yang telah dilaksnakan oleh Pemerintah Nagari Koto Baru Dan Pemerintah Nagari Gantung Ciri. Untuk pencarian data digunakan pendekatan kuantitatif survai dengan memakai jenis penelitian eksplanatory research. Dengan memakai teknik pengambilan sampel secara stratifield random sampling, artinya metode pemilihan sample dengan cara membagi populasi kedam kelompok- kelompok yang homogen dan kemudian sample diambil secara acak dari tiap strata tersebut. Ada pun jumlah responden yang diambil adalah masing- masing 100 orang untuk dua nagari. Dari analisi korelasi didapat hasil di pemerintah nagari koto barn tingkat SDM dengan efektifitas pelimpahan wewenang mempunyai hubungan yang negative dimana SDM bukan merupakan factor yang siknifikan untuk melihat tingkat efektivitas pelimpahan wewenang tersebut. Tetapi di pemerintah nagari gantung ciri, tingkat SDM mempunyai korelasi positif sehingga SDM merupkan factor yang sangat signifikan untuk melihat tingkat efektifitas pelimpahan wewenng dan pelayanan public tesebut.untuk keuangan dan pelayanan public di dua nagari mempunyai tingkat korelasi yang positif dimana keuangan dan pelayanan merupakan faktor yang sangat signifikan untuk melihat tingkat efektifitas pelimapahan wewenang tersebut. Dari proses analisis regresi berganda ( multiple regression) pada nagari koto baru varibel efektifitas pelimpahan wewenang dan pelayanan dapat diperjelas SDM dan partisipasi masyarakat persentse kejelasan variabelnya sekitar 68,4 % dan sisanya sekitar 31,6 % dijelaskan oleh variable lain diluar penelitia ini. Untuk nagari gantung ciri SDM dan partisipasi masyarakat persentse kejelasan variabelnya sekitar 24,9 % dan sisanya (sekitar 75.1 % dijelaskan oleh variable lain diluar penelitian ini . STUDI PERGESERAN KEWENANGAN PEMERINTAH KECAMATAN DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT (STUDI PEMERINTAH KECAMATAN KUBUNG KABUPATEN SOLOK) Oleh : Yoserizal, Sadri, Roni Ekha Putera, Witma Videlta Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/V/2006 Abstrak Dengan diterapkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah telah membawa pergeseran dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di Sumatera Barat. telah menirnbulkan pergeseran peran pemerintahan pada level yang lebih rendah yaitu pernerintah kecamatan, Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mendeskripsikan pergeseran kewenangan pemerintah kecamatan dengan adanya penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Jo . Undang-undang 32 Tahun 2004 dan implikasinya dari pergeseran tersebut terhadap hubungan pemerintah kecamatan dengan pernerintahan level lainnya. Penelitian ini mengunakan metode kualitif dengan tipe penelitian deskriptif. dengan maksud dapat menggambarkan secara jelas fenomena yang terjadi di lapangan. Sedangkan data diperoleh melalaui observasi langsung ke lapangan. wawancara dengan informan dan telaah dokumentasi yang kemudian diolah rnenjadi laporan penelitian. Temuan penelitian di lapangan menunjukkan pergeseran kewenangan pernerintah kecamatan secara normatif disebabkan oleh penerapan Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 yang rnenjadikan kewenangan pemerintah kecamatan sebagai perangkat daerah dengan pelimpahan kewenangan dari bupati. Di sisi lain pergeseran kewenangan juga terjadi pada pemerintahan nagari yang nota benenya rnerupakan level pemerintahan terendah dalam struktur pemerintahan di daerah. Pemerintahan Nagari rnenerima kewenangan yang hampir sarna dengan pemerintahan kecarnatan namun berbeda dalam scope atau wilayah kerja. pemerintah kecamatan rnelaksanakan kewenangan di lingkungan kecamatan dan lintas nagari sedangkan pernerintahan nagari hanya berwenang dalam nagarinya saja. Namun kasus yang terjadi di lapangan adalah masih ada kerancuan dalam pelaksanaan kewenangan antara permerintah kecamatan dan pemerintahan nagari. hal ini disebabkan oleh belum adanya Petunjuk Pelaksana dan Petunjuk Teknis (Juklak dan Juknis) sehingga masing-masing level pemerintahan menafsirkan sendiri aturan-aturan yang ada, akibatnya kewenangan yang diatur menjadi rancu dan sulit untuk rnernbedakan antara kewenangan yang merupakan hak nagari, kecamatan dan kabupaten. Dengan demikian pergeseran kewenangan pemerintah kecamatan ini juga akan berimplikasi terhadap hubungannya dengan pemerintah pusat. kabupaten, muspika dan pernerintahan nagari. Atas temuan itu. maka penelitian ini mengusulkan pada pemerintah daerah perlu membuat buat Juklak dan juknis tentang pelaksanaan kewenangan baik itu kewenangan pemerintah kecamatan maupun pemerintahan nagari. SISTIM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL di KABUPATEN TANAH DATAR DALAM MELAKSANAKAN DESENTRALISASI FISKAL OLEH: Ranny Emilia, Desna Aromatica, Irawati, Ahmad Negara Dalimunthe Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/V/2006 Abstrak Penelitian ini barangkat dari keinginan untuk mempelajari dan mendeskripsikan beberapa hal yang terkait dengan sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel di Pemerintah Daerah Tanah Datar. Pertama, Bagaimana Penerapan Sistem pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel, kedua apa strategi yang digunakan untuk mewujudkan sistem pengelolaan keuangan. Untuk memberikan kejelasan dalam menganalisa pertanyaan di atas, penelitian ini penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui Wawancara mendalam (depth interview), Pengamatan intensif (observasi), clan Dokumentasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa peningkatan PAD kabupaten Tanah Datar didasarkan pada kreativitas dan kemampuan pemerintah daerah untuk mengelola keuangan. dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada. Selain itu pemerintah daerah juga melakukan inovasi dalam hal pengelolaan keuangan daerah terutama menggali sumber-sumber yang berpotensi untuk menambah PAD dengan melakukan beberapa hal seperti; Meningkatkan pengawasan pada setiap pos penerimaan sehingga bisa mengurangi kebocoran penerimaan, Melakukan pendataan potensi sumber-sumber penerimaan yang sudah ada maupun penggalian potensi baru, Menintensifkan pengihan dan peningkatan monitoring, Melaksanakan Cash Management. Dengan melakukan hal- hal tersebut PAD Kabupaten Tanah Datar mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai 17 milyar Rupiah pada tahun 2005. Terkait dengan pelaksanaan sistem keuangan daerah yang transparan clan akuntabel, pemerintah daerah tanah datar telah menyampaikan laporan keuangannya secara periodik di website yang mereka miliki clan dapat diakses langsung oleh seluruh masyarakat. Penyampaian laporan keuangan ini kepada umum menjadi sebuah indikasi adanya transparasi dan akuntabiltas pemerintah dalam pemakaian anggaran pendapatan belanja daerah tersebut. Selain itu juga apabila ditinjau dari segi transparansi setiap masyarakat juga memiliki akses yang cukup luas untuk mengetahui perkembangan dana di daerah tersebut, terutama di tingkat pemerintahan nagari. PERAN PENGHULU DI DALAM NAGARI; SUATU KAJIAN TENTANG PEAN KEPEMIMPINAN ADAT DALAM NAGARI DEWASA INI Oleh : Syahrizal, Irareni Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/V/2006 ABSTRAK Kembali ke nagari sekarang pada prinsipnya kembali kepada sistem budaya dan politik lokal. Budaya dan politik lokal Minangkabau sangat erat kaitannya dengan keberadaan penghulu, merekalah yang menjadi pemimpin dalam kelompok kekerabatan. Dalam tradisi nagari di Minangkabau ninik mamak atau penghulu juga berperan dalam kehidupan politik nagari. Sekarang setelah kurang lebih 20 tatun di Sumatera Barat kehidupan bernagari menghilang dan baru dihidupkan lagi tahun 2000-an ini menarik untuk melihat bagaimana peran penghulu dalam nagari setelah kembali ke nagari. Terdapat perbedaan peran penghulu dalarn nagari sebelum tahun 1980-an dengan setelah kembali ke nagari sekarang ini. Disekitar tahun 1980-an sebelum nagari menjadi desa peran penghulu sangat besar dalam pemerintahan nagari. Walaupun tidak ada ketentuan umumnya wali nagari pada masa tersebut adalah seorang Penghulu. Pada waktu itu lembaga yang ada di nagari hanya KAN dan BPRN dan sebagian besar anggota BPRN adalah anggota KAN. Sekarang sesuai dengan Perda banyak kelembagaan di dalam nagari seperti selain KAN dan BPRN ada MUN, MAMAS, Bundo Kanduang, dan Pemuda yang masmg-masingnya mempunyai 3 wakiI di BPRN. Sekarang peran penghulu dalam nagari tidak sedominan pada masa sebelum tahun 1980-an. KAN tidak terlalu menentukan lagi dalam pemerintahan nagari, tugas KAN adalah mengurus masalah sako dan pusako artinya mengurus masalah- masalah yang berkaitan dengan adat dan harta pusaka. Pemerintahan nagari dominan ditentukan oleh Wali Nagari dan perangkatnya. Wali nagari dalam tugasnya hanya bertanggung jawab pada BPRN yang anggota KAN nya hanya 3 orang. Penghulu dalam era kembali ke nagari sekarang merasa berbeda dengan yang dulu, sekarang penghulu tidak terlalu diperhitungkan. PENGELOLAAN HARTA KEKAYAAN NAGARI PASCA PERDA PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 9/2000 Sebuah Studi Konflik dan Resolusi Konflik Pengelolaan Ulayat Nagari Oleh ; Afrizal Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/V/2006 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan situasi konflik dan pemecahan konflik pengelolaan Harta Kekayaan Nagari antara panghulu dengan pemerintah nagari clan mengungkapkan kekuatan-kekuatan sosial yang mempengaruhi resolusi konflik tersebut di Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luhak, kabupaten 50 Kota. Metode penelitian yang telah dipakai adalah metode penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dengan berbagai informan dan dengan menerapkan prinsip trianggulasi dalam mencapai keabsahan data. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juni 2006. Sebagian data berasal dari penelitian yang telah pemah saya lakukan di Nagari Sungai Kamuyang pada tahun 2002 ketika saya melakukan penelitian untuk menulis disertasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi konflik antara pemerintah nagari dengan organisasi pimpinan adat, yakni Lembaga Adat Nagari (LAN) berkenaan dengan pengelolaan Harta Kekayaan Nagari. Konflik disebabkan oleh implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat, No. 9/2000 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari. Esensi dari konflik tersebut adalah perebutan otoritas terhadap Harta Kekayaan Nagari antara pemeritnah nagari dengan lembaga pimpinan adat atau LAN. Dengan mengacu kepada perda No. 9/2000, Wali Nagari Sungai Kamuyang mengambil alih otoritas terhadap pengelolaan Harta Kekayaan Nagari dari lembaga pimpinan adat, yaitu LAN. Lembaga pimpinan adat tersebut mempertahankan otoritasnya dengan menuntut Wali Nagari untuk mengakui otoritasnya tersebut. Penyelesaian konflik, dengan demikian, dari kacamata LAN, adalah dengan pemerintah Nagari mengakui otoritas panghulu terhadap tanah ulayat nagari di Sungai Kamuyang, berdasarkan hal itu kesepakatan mengenai penmgelolaan tanah ulayat dapat dilakukan. Pemerintah nagari tidak bersedia mengakui otoritas panghulu atas tanah ulayat, karena, menurut mereka, otorias terhadap tanah ulayat adalah di tangan pemerintah nagari. Tidak ada lembaga atau tokoh-tokoh masyarakat di nagari yang berusaha untuk memediasi konflik ini. Akibatnya, konflik antara kedua lembaga nagari tersebut berkepanjangan dengan ninik mamak menarik dukungan terhadap pemerintah nagari, dan ini mengakibatkan tidakjalannya kebijakan pemerintah nagari. STUDI KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DALAM PEMBUKAAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN (Studi Kasus Nagari Situjuah Gadang, Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Lima Puluh Kota) Oleh : Lucky Zamzami Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/IV/2006 Abstrak Kelompok masyarakat peladang yang berada di sekitar kawasan hutan, baik di dalam maupun diluar hutan selalu dituding sebagai kelompok masyarakat yang merusak hutan, dengan cara menebang dan membakar tanaman hutan sehingga persoalan hutan dewasa ini semakin ramai diberitakan dimana-mana. Hal tersebut terkait erat dengan berbagai bencana alam yang terjadi diberbagai daerah, yakni bencana banjir, longsor dan banjir bandang. Namun disisi lain, bahwa terdapat pandangan bahwa terdapat pengesahan secara budaya oleh kelompok pelakunya. Masyarakat pada prinsipnya memiliki kearifan tersediri dalam membaca lingkungan yang dimilikinya, sehingga apapun aktifitas yang dilakukan dalam membuka dan mengelola lahan tidak merusak kawasan hutan. Tujuan penelitian ini adalah memahami bagaimana konsepsi-konsepsi masyarakat sekitar kawasan hutan tentang hutan itu sendiri, dengan cara mengidentifikasi sistem klasifikasi mereka terhadap kawasan hutan, memahami bagaimana ujud tindakan yang dimunculkan masyarakat sekitar kawasan hutan berangkat dari konsepsi mereka tentang kawasan hutan sendiri. Dalam hal ini akan dipahami bentuk tindakan dalam pembukaan., pengelolaan dan pemanfaatan hutan, dan memahami bagaimana efek yang dimunculkan terhadap lingkungan akibat pola tindakan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan lewat observasi partisipasi yang dibantu dengan wawancara secara mendalam sesuai dengan panduan wawancara. Sebagai pendukung data, peneliti juga mendapatkan data-data sekunder seperti data kependudukan, penggunaan lahan, dan sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsepsi yang berkembang dalam sistem pengetahuan masyarakat (termasuk didalamya cara dan teknologi pengelolaan lahan hutan, pantangan dan larangan) yang diwujudkan dalam bentuk tata cara bagaimana mengolah dan memanfaatkan lahan diyakini dan dipatuhi oleh sebagian besar masyarakatnya. Model kearifan lokal seperti ini disatu sisi telah melahirkan pola pembukaan dan pengelolaan lingkungan alam yang khas dari Situjuah Gadang, namun sekaligus juga telah ikut menjaga ”kelestarian” lingkungan alam itu sendiri, sehingga hubungan masyarakat dengan alam tetap terintegrasi dengan baik secara simbiosis, dimana masyarakat bisa terbantu baik secara ekonomi maupun sosial dengan kondisi tersebut, sekaligus lingkungan alam juga tetap bisa dipertahankan keseimbangannya. um jelas Sikap Harian Pagi Padang Ekspres Terhadap Kasus Dugaan Korupsi APBD Sumatera Barat 2002 (Analisis Framing Media Massa dalam Perpolitikan di Daerah) Oleh : Bakaruddin, RA, Ade Jumiarti Marlia Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/IV/2006 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap media massa dalam mengkritisi kasus dugaan korupsi APBD Sumatera Barat 2002. kasus ini merupakan kasus yang muncul dalam perbincangan media cetak tentang dugaan korupsi oleh DPRD Sumatera Barat dalam menentukan anggarannya sebagai bagian dari APBD Sumatera Barat 2002. dalam rangka otonomi daerah, DPRD diberikan wewenang untuk menentukan sendiri anggarannya. Namun menurut beberapa kalangan seperti FPSB (Forum Peduli Sumatera Barat) terdapat beberapa item yang seharusnya tidak ada dalam anggaran DPRD berdasarkan PP 110/2000 tentang kedudukan keuangan DPRD. Melalui analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini dapat tergambar bagaimana sikap Harian Pagi Padang Ekspres dalam mengkritisi kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh DPRD. Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis dengan menerapkan analisis framing yang difokuskan pada teks berita baik dalam bentuk berita maupun dalam bentuk opini (tajuk, surat pembaca) sedangkan produksi teks serta konsumsi teks menjadi pelengkap analisis terhadap teks media. Hasil penelitian terhadap teks yang disajikan PE menunjukkan adanya tiga frame yang diangkat dalam memperbincangkan kasus tersebut. Frame pertama adalah PE mengangkat kasus ini sebagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan oleh DPRD. Frame kedua adalah pelanggaran fungsi representatif lembaga DPRD. Frame ketiga adalah pelanggaran nilai-nilai moral. Sikap media massa dalam hal ini ada dua kecenderungan yaitu pertama sikap positif sebagai kecenderungan menerima, melegitimasi, mendukung, menyetujui objek sikap dilihat dari membenarkan tindakan suatu pihak yang terlibat dalam perbincangan kasus ini. Kedua sikap negatif sebagai kecenderungan untuk menolak, mendelegitimasi, mengkritik, tidak menyukai objek sikap dapat dilihat dari tidak membenarkan tindakan pihak lain dengan cara mengkritik pihak tersebut. Kecenderungan secara jelas dapat dilihat dari elemen make moral judgement yang ditampilkan oleh PE dalam pemberitaannya. PE cenderung untuk bersikap positif terhadap FPSB, namun memperlihatkan sikap negatif terhadap DPRD. Melalui analisis framing dapat digambarkan bagaimana media membingkai suatu persoalan yang terlihat objektif, namun sesungguhnya terdapat pemaknaan tertentu yang diangkat oleh media dalam pemberitaan mereka. Analisis framing ini dapat dilakukan terhadap kasus yang berbeda dan media yang berbeda atau bahkan membandingkan pemberitaan dua media cetak yang berbeda dalam memperbincangkan kasus yang sama. Melalui penelitian ini hendaknya dapat diikuti oleh penelitian-penelitian lain yang memanfaatkan metode framing khususnya terhadap media massa di daerah. Potensi Pajak Hotel dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Bukittinggi Oleh : Roni Ekha Putera, Irawati, Damsar, (Elvi Rahmi Indarta, Mahasiswa ) Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/IV/2006 Abstrak UU No. 33/2004 menjelaskan kapasitas fiskal daerah merupakan sumber-sumber pembiayaan pembangunan di daerah dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kapasitas fiskal merupakan sumber pendanaan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan. Salah satu fenomena yang mencolok dari hubungan antara sistem Pemerintah Daerah dengan pembangunan adalah ketergantungan Pemerintah Daerah yang tinggi terhadap Pemerintah. Hampir semua provinsi dan Kabupaten /Kota memiliki ketergantungan fiskal mencapai 70 % - 80 % terhadap transfer dana perimbangan dari pusat. Hal ini tentu saja menyebabkan adanya kecenderungan yang memberangus pelaksanaan prinsip-prinsip Otonomi Daerah sendiri dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana potensi penerimaan pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bukittinggi ? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode field research (penelitian lapangan). Tehnik pengumpulan yang digunakan adalah Wawancara mendalam ( in depth interview ) dan Dokumentasi. Secara keseluruhan dari data yang didapat dilapangan terlihat bahwa pajak hotel dan restoran/rumah makan di Kota Bukittinggi memiliki potensi yang cukup besar. Penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran ini memberikan kontribusi terhadap PAD Kota Bukittinggi berkisar antara 17 – 20 % tiap tahunnya. Dispenda Kota Bukittinggi pun memiliki kinerja yang cukup baik dalam menggali potensi penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran ini terbukti dengan mampunya Dispenda mencapai target realisasi dan bahkan cendrung melebihi target. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan Dispenda Kota Bukittinggi dalam menggali potensi pajak hotel dan restoran ini yaitu sumber daya manusi yang dimiliki, kepatuhan wajib pajak, ketegasan kebijakan/aturan pajak serta kondisi sosial ekonomi daerah. Namun dari keberhasilan Dispenda masih menyadari bahwa potensi ini belum tergali secara optimal karena diperkirakan masih bisa di tingkatkan penerimaan pajak ini dengan syarat adanya kepatuhan dari wajib pajak untuk melaporkan omset mereka secara jujur. Kepatuhan wajib pajak ini menjadi kendala utama dalm mengoptimalkan penerimaan dari sektor pajak hotel dan restoran. Karena peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia menggunakan sistem self assessment, sistem ini memberikan kepercayaan dan tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang. EVALUASI KEBIJAKAN PERUNTUKAN KAWASAN PEDAGANG K-5 MENURUT JENIS USAHA DI PASAR RAYA KOTA SOLOK Oleh : Malse Yulivestra, Yoserizal, (Analissia Musher Mahasiswa) Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/IV/2006 Abstrak Perkembangan dan kemajuan sebuah kota dicerminkan oleh aktifitas-aktifitas perdagangan dan jasa yang berlangsung dikawasan pusat bisnis atau yang kita sebut dengan pasar. Pasar adalah tempat berkumpulnya para pedagang dan pembeli dengan karakteristik serta prilaku yang berbeda-beda. Dari klarifikasi diatas maka pedagang kaki lima atau yang kita singkat dengan PKL masuk pada klarifikasi yang ketiga yang mana PKL atau yang sering kita sebut dengan “bunga trotoar” yang tumbuh dan bersemi ditempat-tempat yang biasanya ramai dilalui orang banyak. Kondisi ini disamping menimbulkan pemandangan yang kurang menyenangkan juga membuat kondisi pasar menjadi tidak nyaman dan sesak, karena mereka (red-PKL) yang sudah berjualan sampai ketengah-tengah badan jalan sehingga menghalangi jalan pengunjung. Aksesibilitas masuk pasar raya menjadi macet dan terhalang dikarenakan PKL berebut untuk menggelar barang daganganyya kejalan-jalan yang merupakan pintu masuk pasar raya. Berdasarkan permasalahan diatas maka pada Tahun 2004 Pemerintah Kota Solok melalui Keputusan Walikota Solok Nomor : 8 Tahun 2004 yang berisikan tentang “Penetapan Peruntukan Kawasan Menurut Jenis Usaha, Peruntukan Kawasan Pedagang K-5 Menurut Jenis Usaha, dan Peruntukan Kawasan bagi Fasilitas Umum dalam Pasar Solok”. Dalam keputusan ini ditegaskan bahwa masing-masing lokasi pasar baik itu berupa Toko, Kios, Los, pelataran dan Gang yang terdapat di dalam Pasar Raya Solok sudah ditentukan jenis barang dagangan yang boleh dijual dimasing-masing lokasi tersebut Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sementara itu informannya adalah pihak Dinas Pasar raya Solok dan para pedagang kaki lima di Pasar Raya Solok dengan informan kunci kepala Bagian Penempatan Dinas Pasar Raya Solok. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ternyata Dinas pasar Raya Solok masih belum maksimal dalam menegakan Keputusan Wali Kota No. 8 Tentang peruntukan kawasan bagi para pedagang k-5 menurut jenis usahanya. Masih terdapatnya pedagang k-5 yang masih berjualan di tempat-tempat yang tidak semestinya, sehingga membuat kondisi Pasar Raya Solok tetap tidak berubah. Implementasi Kebijakan Pembangunan Pasar Konveksi Amur (Agam Timur) Di Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam Oleh : Apriwan, Hendri Koeswara, Rini Nofrianti Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/IV/2006 ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan Bagaimanan implementasi dari kebijakan pembangunan Pasar Perbelanjaan Amur sehingga menyebabkan tidak berfungsinya pasar dengan baik. Riset ini menggunakan. konsep implementasi kebijakan publik yang efektif yang memiliki empat prinsip ketepatan yang dikembangkan oleh Riant Nugroho, yaitu Ketepatan Kebijakan, Pelaksanaan, Target dan Ketepatan Lingkungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan tipe deskriptif, agar kualitas data dapat dicapai dan ditemukan suatu gambaran yang mendalam mengenai situasi dan kejadian sebagaimana mestinya. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara tidak berstruktur, dokumentasi dan observasi partisipasi pasif. Dari penelitian yang dilakukan dilapangan, ternyata ditemukan data bahwa tidak berfungsinya pasar Amur disebabkan oleh tidak proporsionalnya masing-masing prinsip implementasi kebijakan pembangunan pasar tersebut. Untuk prinsip “Tepat Kebijakan” secara substansial, Substansi dari pendirian kebijakan pembangunan Pasar Amur sudah tepat, memakai prinsip how excellent is the policy? Dimana permasalahan yang dipaparkan diatas diselesaikan dengan sebuah kebijakan yang bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Tetapi, kebijakan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk peraturan daerah yang bersifat strategis. Pemerintah hanya berusaha untuk mengakomodir keinginan masyarakat tanpa memberikan legitimasi. Sedangkan untuk prinsip “Tepat Pelaksana” bahwa adanya dominasi peran Koperasi dalam implementasi kebijakan ternyata tidak menjamin keberhasilan dalam impelementasi kebijakan tersebut. Sehingga uuntuk prinsip tepat pelaksana dalam implementasi kebijakan pembangunan Pasar Amur kurang terpenuhi. Sementara untuk prinsip “Tepat Target” Kebijakan pembangunan Pasar Amur sudah sesuai dengan target yang direncanakan yaitu sebagai peruntukkan pasar konveksi, akan tetapi target tersebut tidak mempertimbangkan kondisi pasar yang ada di regional yang sama (Pasar Aur Kuning Kota Bukittingi) sehingga tepat target ini menjadi tidak terpenuhi. Terakhir, untuk prinsip “Tepat Lingkungan”, implementasi kebijakan pembangunan pasar Amur telah menunjukkan keterlibatan aktor-aktor yang terkait tidak sinergis, adanya dominasi peran pengurus koperasi, sementara pemerintah hanya terlibat secara parsial ketika kegagalan koperasi Pasar Amur dalam menjalankan kebijakan yang telah dibuat. FUNGSI KELUARGA LUAS DAN MAMAK DALAM BUDAYA MINANGKABAU PERKOTAAN DAN FENOMENA ANAK JALANAN DI KOTA PADANG Oleh : Dwiyanti Hanandini Nomor Kontrak : 065/J.16/PL/DIPA/IV/2006 Abstrak Munculnya anak-anak jalanan di kota Padang pada dasarnya merupakan fenomena yang baru dalam budaya Minangkabau, mengingat kuatnya ikatan kekerabatan yang ada di masyarakat Minangkabau. Dalam adat Minangkabau anak akan mendapat perlindungan yang kuat dari keluarga luasnya. Disamping sebagai anak kandung dari orangtuanya, anak juga berkedudukan.sebagai kemenekan. Kedudukan sebagai kemenakan, memberikan hak kepadanya untuk dipelihara oleh mamaknya. Dalam kondisi yang demikian, secara kultural anak tidak akan terlantar. Fenomena anak jalanan dengan demikian mengindikasikan adanya perubahan hubungan antara mamak dan kemenakanya Berdasarkan hasil peneltian ini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya fenomena munculnya anak jalanan di Kota Padang belum dapat digunakan sebagai indikasi memudarkan peran ekonomi mamak terhadap kemenakanya. Banyaknya anak jalanan lebih disebabkan oleh kondisi kemiskinan yang dihadapi baik oleh keluarga inti anak jalanan maupun keluarga luasnya. Tidak ditemukanya kasus anak jalanan yang masih mempunyai mamak yang cukup mampu untuk membiayai, menjadi petunjuk bahwa kehidupan anak jalanan merupakan cerminan dari kemiskinan keluarganya. Dengan demikian, hasil penelitian ini belum dapat memerikan gambaran apakah mamak tidak berfungsi dalam mencegah kemenakanya menjadi anak jalanan, karena hampir semua anak jalanan yang diteliti mempunyai mamak atau keluarga luas yang kondisi ekonominya hampir sama dengan keluarga anak jalanan tersebut. ANALISA GENDER DAMPAK RELOKASI NELAYAN TERHADAP KONTRIBUSI EKONOMI ISTRI DALAM RUMAH TANGGA (Studi Kasus Rumah Tangga Nelayan Buruh Pantai Kota Padang) Oleh: Nomor: 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 Dwiyanti Hanandini ABSTRAK Melalui program relokasi nelayan pemerintah berharap dapat memberikan berbagai kemungkinan alternatif untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Uang ganti rugi yang diberikan pemerintah diharapkan nelayan dapat memperbaiki kehidupanya. Harapan tersebut nampaknya akan sulit diwujudkan, mengingat pemerintah tidak memberikan bantuan peningkatan ketrampilan baru kepada para nelayan buruh khususnya,. sehingga kebanyakan para nelayan masih tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai nelayan meskipun sekarang tempat tinggalnya jauh dari pantai. Hal ini dilakukan karena nelayan tidak punya pilihan lain selain melanjutkan pekerjaan lamanya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: a, mengidentifikasi dan mendeskripsikan kondisi kehidupan para nelayan buruh setelah di tempat relokasi, b, mengidentifikasi dan mendeskripsikan proses pengambilan keputusan dalam penggunaan uang ganti rugi yang diterima Disamping itu juga mengidentifikasi dan mengungkapkan tingkat akses dan kontrol istri terhadap uang ganti rugi yang diterima, c. mengidentifikasi dan mendeskripsikan penggunaan uang ganti rugi untuk mengembangkan usaha-usaha produktif oleh istri nelayan buruh. d. menganalisis dampak relokasi terhadap kontribusi ekonomi istri nelayan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data dan informasi diambil dengan digunakan metode observasi dan wawancara mendalam, serta penyebaran angket. Hasil penelitian survai terhadap 25 nelayan, menunjukkan bahwa sebagian besar (52%) pengeluaran keluarga nelayan yang tergusur bertambah kira-kira Rp. 20.000 sedangkan penghasilanya tidak bertambah. Uang ganti rugi yang berkisar antara Rp. 10.000.000 sampai Rp. 70.000.000, sebagian besar (84%) digunakan untuk membeli rumah, hanya 6% yang menggunakanya untuk modal usaha. Penggusuran juga menyebabkan istri kehilangan pekerjaan, dari 40% istri yang sebelumya bekerja hanya 8% istri nelayan masih bisa bekerja membantu suaminya mencari nafkah, 32% lainnya tidak dapat lagi bekerja karena jarak rumah dengan tempat bekerja cukup jauh sehingga tidak mampu lagi menanggung ongkos transportasi ke tempat kerja. Kebanyakan para nelayan yang tergusur menggunakan uang ganti rugi untuk membeli rumah di luar Kelurahan Purus yang jaraknya cukup jauh dari pantai Padang (Kasus keluarga Poan, Saparuddin). Rumah tersebut saat ini tidak ditempati, dibiarkan kosong, karena lokasinya jauh dari tempat kerjanya saat ini. Dampak Perkembangan Kota Terhadap Mobilitas Pekerjaan Penduduk Asli Oleh : Maihasni, Azwar Nomor: 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui perubahan fungsi tanah setelah perluasan kota, 2) Mengetahui pekerjaan yang dilakukan penduduk asli setelah perluasan kota, 3) Mengetahui dampak perluasan kota terhadap mobilitas pekerjaan penduduk asli di daerah perluasan kota. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif terutama untuk mengetahui profil/karakteristik umum penduduk asli Surau Gadang. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui kondisi penduduk asli, seperti pemilikan lahan, pekerjaan yang diguluti dan mobilitas pekerjaan setelah daerahnya terkena perluasan kota. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Surau Gadang Kecamatan Nanggalo Padang. Populasi penelitian ini adalah penduduk yang yang menempati daerah yang kena dampak perluasan kota. Sedangkan sampel penelitian ini para petani yang menempati daerah tersebut. Sampel diambil secara purposive, mengingat daftar populasi sebagai dasar untuk menentukan sampel probabilita masih kurang lengkap. Data dikumpulan melalui observasi dan wawancara. Selain itu, data juga diambil melalui wawancara mendalam (in-depth interview) serta dokumen lainnya. Dengan demikian ada dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data yang telah dikumpulkan itu dianalisis dengan menggunakan teknik analisa kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan kota tidak terlepas dari dukungan alamnya, terutama keadaan geografis dan budaya yang dimiliki oleh kota itu sendiri maupun daerah sekelilingnya. Faktor yang sangat berpengaruh dalam perkembangan kota yaitu kemampuan penduduk dalam mengolah dan memanfaatkan kekayaan alamnya. Dengan kemampuan manusia yang ada padanya, mereka dapat menciptakan berbagai alat dan cara untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki. Dengan kemampuan manusianya (SDM), maka akan terlihat fungsi dan peranan yang dimainkan oleh suatu kota. Perkembangan kota yang ditandai oleh pertumbuhan dan pembesaran pada segala aspek kehidupan masyarakat terlihat pada bertambahnya peran / fungsi yang dimainkan kota tersebut. Pertumbuhan atau pembesaran peran / fungsi yang dimainkan oleh suatu kota bisa berasal dari kota itu sendiri, seperti penemuan baru (inovasi) oleh penduduknya sebaliknya juga datang dari luar. Dampak Perkembangan Kota Terhadap Mobilitas Pekerjaan yang dialami oleh penduduk Asli di Kelurahan Surau Gadang yakni terjadinya pergeseran (mobilitas pekerjaan penduduk asli. Pergeseran itu ditandai dengan tumbuhan dan berkembangnya kesempatan kerja di luar sektor pertanian. Padahal sebelum bergabung dengan wilayah Administrasi Pemerintahan daerah tingkat II Padang, mata pencaharian penduduk terkosentrasi pada sektor pertanian. Adapun pekerjaan mereka pada waktu itu adalah sebagai petani, baik sebagai petani penggarap, penyewa, buruh tani maupun hanya sekedar membantu orang tua, suami dan keluarga terdekat lainnya. Dengan terjadinya perluasan kota dan masuknya kelurahan Surau Gadang ke dalam wilayah pemerintahan Kotamadya Padang maka terjadi pula perkembangan dalam mata pencaharian penduduk asli. Mata pencarian penduduk semangkin bervariasi, seperti sebagai buruh angkutan pelabuhan, pasar, pabrik, buruh bangunan, jualan dan berbagai pekerjaan pada sektor lainnya. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Orang Tua dengan Tingkat Pengetahuan dan Kesadaran Remaja Usia Subur terhadapKesehatan Seksual dan Reproduksi Oleh Zuldesni, Dra. Fachrina, Msi Nomor: 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Secara biologis tahapan remaja adalah tahapan yang paling rawan, dimana pertumbuhan seks merupakan faktor yang sangat penting. Dimana masalah reproduksi dalam masyarakat kenyataanya juga terjadi dan dialami oleh remaja. Fenomena-fenomena sek bebas atau seks pra nikah dan aborsi di kalangan remaja bukan lagi merupakan suatu hal yang tabu dan menjadi rahasia umum. Menurut Sucipto dan Faturrochman (1989) tingkat hubungan seksual pra nikah di kalangan remaja memiliki persentase yang tinggi dan juga diiringi dengan cukup tingginya tingkat kehamilan di luar nikah yang tidak dikehendaki. Di sinilah diharapkan peran orang tua dalam memperkenalkan hal-hal yang diperlukan sehubungan dengan hak dan kesehatan reproduksi dan mensosialisasikannya sedini mungkin kepada anak mereka yang menginjak remaja. Tentunya dari pihak orang tua sendiri idealnya harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang mencukupi tentang hak dan kesehatan reproduksi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian ini yaitu remaja usia subur sedangkan sampel yang merupakan bagian dari populasi adalah remaja usia subur yang belum menikah dam masih duduk di bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Sampel diambil secara acak sederhana pada sekolah SMU Negeri No 4, Lubuk Begalung Kota Padang ditetapkan sebagai lokasi penelitian. Informan penelitian, yaitu tokoh masyarakat, orang tua dan remaja yang pernah mengalami masalah dengan kesehatan seksual dan reproduksi. Berdasarkan rumus pengambilan sampel maka ditetapkan sampel sebanayak 100 orang untuk diberikan kuesioner. Wawancara mendalam juga dilakukan terhadap informan penelitianyang dipilih untuk melengkapi dan memperdalam hasil penelitian. Dalam penelitian ini ditemukan hanya 37% responden yang mengetahui maksud atau pengertian konsep kesehatan seksual dan reproduksi, meskipun ketika ditanya mengenai istilah reproduksi itu sendiri hampir semua responden (95%) mengetahuinya dan 78% pernah mendengar istilah tersebut. Menarik untuk dicermati di sini adalah meskipun diketahui hanya 37 % responden yang mengetahui maksud dan pengertian dari istilah tersebut, tapi tampaknya lebih separuhnya 56% responden cukup mengetahui elemen – elemen yang tercakup di dalamnya. Penelitian ini menemukan bahwa pada umumnya responden (68%) mengetahui apa yang disebut sebagai PMS. Dimana sebagian besar yaitu 81% responden menyadari bahwa melakukan kontak langsung melalui hubungan seks dengan orang yang menderita PMS dapat menyebabkan akan terkena PMS, dan berapa responden menjawab melalui ciuman serta kontak tidak langsung seperti mandi atau berenang di tempat umum merupakan salah satu cara penularan PMS. Secara umum konsep mengenai tindakan kekerasan seksual diketahui oleh hampir separuh responden (65%). Sehubungan dengan itu upaya yang dilakukan responden pertama kalinya jika mengalami pelecehan seksual mayoritas marah pada pelaku (28%) dan membicarakannya dengan orang tua (60%). Dari penjelasan hasil temuan data di lapangan, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan dan kesadaran responden terhadap kesehatan seksual dan reproduksi adalah mayoritas tinggi (77 %) dan kategori rendah sekitar 23. PERUBAHAN NILAI-NILAI PERCERAIAN DI KALANGAN WANITA BERCERAI (Studi terhadap istri yang gugat Cerai dalam masyarakat Minangkabau Kontemporer) Oleh : FACHRINA Nomor Kontrak : 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Kecenderungan adanya gejala gugatan cerai yang dilakukan oleh pihak istri juga ditemukan terjadi di Sumatera Barat dan bisa dikatakan terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 dibandingkan dengan jumlah perceraian talak yang hanya 254 maka jumlah cerai gugat hampir dua kali lipatnya yaitu sekitar 455, begitu juga dengan tahun 2001 tercatat cerai gugat lebih tinggi dari cerai talak. Di dalam masyarakat ada semacam fenomena pada kasus perceraian yang awalnya merupakan suatu perbuatan yang biasanya dilakukan oleh pria, namun sekarang ini juga cenderung dapat dilakukan oleh wanita. Kota Batusangkar dipilih mewakili daerah Minagkabau daerek dan kota padang sebagai daerah rantau. Pendekatan kualitatif dengan tipe deskriptif digunakan untuk mendapatkan masukan-masukan dari segi pandangan wanita itu sendiri mengenai aspek kehidupan keluarga, perkawinan dan perceraian, melalui wawancara bebas dengan pedoman wawancara. Informan biasa dalam penelitian ini adalah wanita yang secara matrilinieal adalah orang Minangkabau, berstatus cerai dan melakukan gugat cerai terhadap pihak suami, serta bertempat tinggal di daerah penelitianvdan diambil secara porpusif berjumlah 15 orang serta 4 iInforman kunci yaitu para pemuka masyarakat seperti Ninik Mamak, Alim Ulama dan Penghulu serta aparat pemerintahan yang terkait. Dari uraian kasus-kasus perceraian dapat dijelaskan bahwa alasanalasan informan melakukan gugat cerai bervariasi dan tampaknya setiap alasan tersebut tidaklah berdiri sendiri sebagai faktor tunggal melainkan merupakan satu rangkaian sebab, yang pada satu titik membuat informan memutuskan untuk menempuh proses perceraian, hal ini terlihat dari semua informan memberikan beberapa alasan (tidak hanya satu) yang menyebabkan perceraian. Akan tetapi dapat ditarik suatu hasil bahwa pada umumnya informan menjadikan faktor pelalaian kewajiban suami terhadap rumah tangga, kekerasan fisik, faktor suami telah menikah tanpa sepengetahuan istri atau ingin menikah dengan perempuan lain dan masalah ekonomi (keuangan) sebagai alasan utama mereka melakukan gugat cerai. Dapat diidentifikasi beberapa makna perceraian; 1. Perceraian dianggap sebagai langkah/jalan keluar dari masalah. 2. Makna kebebasan 3. Perceraian merupakan makna kemandirian Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dan Capacity Building Dalam Menilai Kinerja Pemerintahan Nagari (Kasus Pemerintahan Nagari Bukit Tandang dan Nagari Gaung Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat) oleh : Kusdarini, Roni Ekha Putera, Desna Aromatica Nomor Kontrak : 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 Abstract This research is about how to implement the principle of good governance and capacity building at Nagari government, based on case at Nagari Gaung and Nagari Bukit Tandang. This research is also want to see the participation of local society and accountability of Nagari’s bureaucrat. Penelitian ini ingin melihat bagaimana implementasi prinsip “Good govermance” dan “capacity building” pada pemerintah nagari. Selain itu juga ingin diketahui partisipasi masyarakat lokal dan akuntabilitas pemerintah nagari. Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Lokasi Penelitian di nagari Bukit Tandang dan nagari Gaung Kabupaten Solok. Budaya Politik Masyarakat Minangkabau (Studi di Nagari Kamang Mudik Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam) Oleh : Tamrin, Irawati Nomor Kontrak : 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 Abstract The political culture phenomenon become characteristic life of plitic and governance a society. The political culture will be formed of by orientation and what people care about its political system. This article represent result of research, which sees political culture of nagari society by using political culture theory of Almond and Verba. Adat Kelarasan Koto Piliang dan Aplikasinya dalam Kehidupan Masyarakat Minangkabau Oleh : Sidarta Pujiraharjo, Zainal Arifin, Fajri Rahman, Nomor Kontrak : 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Masyarakat Minangkabau, adalah masyarakat yang dinamis. Kedinamisan masyarakat ini, lebih dilihat sebagai konsekuensi dari adanya nilai-nilai dualisme (mendua) dalam masyarakatnya yang harus mampu disintesakan sehingga harmonis dan tidak memunculkan perbenturan atau konflik berkepanjangan (Arifin, 2004). Salah satu sifat dualisme tersebut, terlihat dalam paham politik yang dikembangkan yaitu disatu sisi bersifat demokratis dan disisi lain bersifat aristokratis. Kedua paham ini (demokratis dan aristokratis) teraplikasi dalam apa yang disebut dengan adat kelarasan. Penelitian dilakukan di nagari Saruaso dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil Penelitian adalah: pada kenyataan dalam aplikasi kehidupannya masyarakat Saruaso ternyata juga tidak menerapkan mutlak yang telah digariskan dalam ketentuan adat Koto Piliang, tetapi menyerap juga nilai-nilai yang menjadi ciri dari kelarasan Bodi Caniago yang sangat berbeda aturannya yang dianut oleh beberapa suku di Nagari Saruaso (dualisme kelarasan). Memang dari informasi yang telah dihimpun tidak ada satupun suku yang secara tegas mengatakan berasal dari kelarasan Bodi Caniago, namun menilik dari ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam pengambilan keputusan di tingkat suku sangat kental dengan filofosi kelarasan Bodi Caniago, sehingga dapat diasumsikan bahwa pada dasarnya suku tersebut berasal dari kelarasan Bodi Caniago, namun karena proses sejarah dimana di Nagari Saruaso dominasi Koto Piliang lebih kental daripada Bodi Caniago, terutama keputusan-keputusan yang tidak hanya melibatkan kelompok sukunya, sehingga ketentuan yang dipakai adalah ketentuan adat selingkar nagari yakni Koto Piliang. Sebagai salah contohnya dalam penelitian ini adalah suku Sumpu, walaupun tidak secara terang-terangan mereka mengatakan berasal dari kelarasan Bodi Caniago, tetapi menilik dari bagaimana mereka mengambil keputusan tingkat suku, dan pengangkatan penghulu menunjukkan ciri Bodi Caniago, namun prinsip kelarasan ini akan melebur jika mereka berada di ranah tingkat sepersukuan atau nagari, karena mereka harus mengikuti adat selingkar nagari yakni prinsip kelarasan Koto Piliang masyarakat Nagari Saruaso. VOTING BEHAVIOR PEMILIH PEMULA DALAM PEMILU 2004 DAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG DI PROVINSI SUMATERA BARAT (Studi Di Kota Padang Dan Kabupaten Limapuluh Kota) Oleh : Hendri Koeswara, Tengku Rika Valentina Nomor Kontrak: 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 ABSTRAK Di Indonesia, pemilihan umum telah dilaksanakan sebanyak sembilan kali. Pemilu pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 yang dilakukan untuk memilih anggota parlemen dan anggota konstituante. Pemilu pertama untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini menghasilkan 4 partai besar yang mendominasi parlemen dan konstituante, yaitu Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdhatul Ulama (NU), serta Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemilu terakhir yang dilaksanakan adalah pemilu 2004 yang lalu, dimana pemilu ini menggunakan sistem dan cara yang sangat jauh berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, selain memilih anggota DPR, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pemilu ini juga memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang terdiri dari 4 orang dari tiaptiap propinsi serta memilih Presiden secara langsung. Hasil pemilu yang mengalami perubahan yang signifikan ini berdasarkan penelitian dari IFES (International Foundation for Election Systems) bekerja sama dengan Polling Center KPU dikarenakan meningkatnya pengetahuan pemilih mengenai proses pemilu dan pengetahuan pemilih dalam memilih calon-calon yang akan mereka pilih. Hal ini tidak terlalu jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh tim peneliti LP2P LIPI yang menyebutkan bahwa kesiapan masyarakat pedesaan dalam menghadapi pemilu baik itu legislatif dan pemilu presiden sudah semakin baik, dimana LP2P LIPI menyebutkan bahwa walaupun pengetahuan kognitif pemilih masih kurang tapi informasi yang mereka dapatkan secara “tidak sengaja” di televisi menjadi faktor utama pemilih memberikan pilihan politiknya. Faktor lain yang mungkin tidak bisa diabaikan adalah besarnya jumlah pemilih pemula yang mengikuti pemilu saat ini. Data KPU menunjukkan bahwa, dari 147,219 juta pemilih yang berhak memilih, sekitar 27 juta atau 20% adalah pemilih yang memilih untuk pertama kalinya atau hampir setara dengan 80 kursi DPR. Jadi, peneliti melihat faktor pemilih pemula ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenapa terjadi perubahan-perubahan pada pemilu 2004 ini. Ketidakberdayaan daerah dalam mengembangkan prakarsa dan kreativitas sendiri sesuai dengan potensi dan aspirasi masyarakat, juga merupakan hasil dari tatanan sistem yang sentralistik yang dikembangkan sebelum ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. MODEL PRILAKU POLITIK MASYARAKAT MINANGKABAU SEBAGAI BENTUK PENGARUH DUALISME ADAT LAREH Oleh : Zainal Arifin, Sidarta Pujiraharjo, Maulid Hariri Gani, Fajri Usman Nomor Kontrak : 005/SP3/PP/DP2M/II/2006 Abstrak Masyarakat Minangkabau lebih dilihat sebagai masyarakat yang dinamis, yang memandang perubahan sebagai sebuah peristiwa biasa dan wajar-wajar saja (Sairin, 2002), Namun disisi lain kedinamisan ini juga sering dilihat sebagai sifat yang ambigous atau liminalitas (Sairin, 2002), masyarakat yang gelisah (Marzali, 2004), dualisme (Saanin, 1989; Maarif, 1996), tidak memiliki aturan yang tetap (Biezeveld, 2001; Benda Backrnann, 2000). Label terhadap masyarakat Minangkabau ini, sebenamya banyak dipengaruhi oleh adanya dua sistem politik yang berkembang dan dikembangkan dalam masyarakatnya, yang dikenal dengan istilah lareh. Istilah lareh ini sendiri berarti "aliran" yaitu aliran pemikiran yang dikembangkan oleh dua tokoh pendahulu nenek moyang masyarakat yaitu Datuak Katamenggungan dan Datuak Prapatih Nan Sabatang, yaitu lareh Koto Piliang yang aristokratis dan lareh Bodi Caniago yang demokratis. Karena lareh lebih diasosiasikan dengan "aliran politik" dari dua datuak ini, maka istilah lareh ini kemudian sering dimaknai sebagai sistem pemerintahan tradisional di masyarakat Minangkabau. Prilaku politik yang dimaksudkan dalam penelitian ini lebih dikonsepkan sebagai tingkah laku aktor dan kelompok sosial dalam bentuk "gerakan-gerakan" untuk mempengaruhi dan menentukan sebuah keputusan di masyarakatnya. Sebagai sebuah "gerakan", maka perilaku politik sebenarnya akan teraplikasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk mempersempit ruang lingkup, maka perilaku politik yang dimaksudkan disini lebih difokuskan pada perilaku aktor atau kelompok sosial ketika melakukan musyawarah, baik dalam musyawarah adat, maupun dalam musyawarah pemerintahan. Hasil penelitian menunjukkan, kebertahanan adat lareh ini karena di setiap nagari akan mengaplikasi bentuk pemerintahannnya sesuai dengan salah satu adat lareh tersebut, yaitu melalui adat salingka nagari. Artinya setiap nagari secara tegas akan menyatakan dirinya penganut sistem politik Koto Piliang atau penganut sistem politik Bodi Caniago. Namun dalam realitanya, walaupun setiap nagari memutuskan akan menggunakan adat salingka nagari menurut salah satu adat lareh yang ada, namun keberadaan lareh yang lain tidak dilarang untuk dipakai sebagai pengayaan adat salingka nagari nya masing-masing. Hal ini disebabkan, karena walaupun terdapat perbedaan sistem politik, namun keduanya tetap memiliki dasar adat yang sarna yaitu (. sawah gadang satarnpang baniah, makanan luhak nan tigo, baragiah indak bacaraian , (sawah yang luas cuma setampang benih, makanan orang ketiga luhak, saling memberi dan tidak berceraian). Apabila kita menyimak lebih jauh, maka sebenarnya dinamika masyarakat Minangkabau justru terbentuk karena adanya struktur triadik seperti ini, yaitu tiga kelompok yang saling menyatu sarna lain, dimana dua kelompok cenderung saling beroposisi (berseberangan) dan satu kelompok sebagai penengah. Secara struktural, struktur triadik seperti ini tidaklah terbentuk begitu saja, tetapi sebanarnya hasil transformasi dari struktur yang telah ada sebelumnya yang melekat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri. ABSTRAK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2006 REVIEW : Indraddin, S.Sos, M.Si

Item Type: Teaching Resource
Subjects: A General Works > AC Collections. Series. Collected works
Unit atau Lembaga: UNSPECIFIED
Depositing User: lp Unand Ampera Warman
Date Deposited: 25 Jun 2010 08:01
Last Modified: 25 Jun 2010 08:01
URI: http://repository.unand.ac.id/id/eprint/72

Actions (login required)

View Item View Item